Suara.com - Anggota DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus menyoroti soal penolakan pemberian izin penggunaan lapangan untuk Salat Id Muhammadiyah oleh pemerintah Pekalongan dan Sukabumi. Meski kekinian sudah diizinkan, Guspardi menilai tidak seharusnya penolakan terjadi.
Apalagi, kata dia, alasan memberikam izin menggunakan lapangan lantaran pihak pemerintah daerah masih menunggu pengumuman resmi dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Agama tekait penetapan 1 Syawal 1444 H. Diketahui, penetapan Lebaran antara Muhammadiyah dan pemerintah pada tahun ini memang berpotensi berbeda.
Tetapi ditekankan Guspardi, alasan tersebut tenti tidak bisa dijadikan dasar melelukan penolakan memberi izin.
"Hal ini tentu tidak bisa digunakan sebagai alat legitimasi untuk menolak pemberian izin penggunaan fasilitas publik seperti lapangan dan fasilitas lainnya digunakan oleh warga negara dalam melaksanakan ibadah salat Idulfitri yang tanggal pelaksanaanya berpotensi berbeda dari pemerintah," kata Guspardi, Selasa (18/4/2023).
Guspardi mengatakan pemerintah seharusnya berkewajiban menjamin kemerdekaan warga megaranya dalam melaksanakan ibadah, termasuk melaksanakannya di lapangan.
Ia lantas meminta pemerintah pusat tidak membiarkan pemerintah daerah membuat kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan melanggar kebebasan beragama.
"Jika dibiarkan bukan tidak mungkin pemerintah daerah lainnya akan mengikuti kebijakan pelarangan penggunaan fasilitas publik karena melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Setelah pelarangan dari Pemkot Pekalongan disusul Pemkot Sukabumi, setelah itu kota atau kabupaten mana lagi?" ujarnya.
Ia menekankan perbedaan penetapan tanggal pelaksanaan salat Idulfitri sebagai konsekuensi penetapan 1 Syawal merupakan sesuatu yang harus dihormati bersama. Perbedaan penetapan 1 Syawal terjadi karena metode yang digunakan berbeda, yakni antara metode hisab dan ru’yah.
"Pemerintah pusat sampai pemerintah daerah jangan sampai terkesan mendukung satu metode penetapan 1 Syawal tetapi mengeyampingkan metode perhitungan lainnya. Oleh karena itu pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah harus bijaksana menangani persoalan umat Islam yang menggunakan fasilitas publik yang dimilki negara untuk dipergunakan sebagai tempat pelaksanaan salat Idulfitri," tuturnya.
Baca Juga: Izin Salat Idulfitri Warga Muhammadiyah Jadi Polemik, Mahfud MD Ingatkan Pemda Jaga Kerukunan
Respons Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengajak semua pihak untuk selalu membangun kerukunan di tengah potensi perbedaan Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah.
Oleh karena itu, Mahfud MD menegaskan imbauan agar pemerintah daerah (pemda) mengakomodasi penggunaan fasilitas publik untuk pelaksanaan Salat Idulfitri 1444 Hijriah atau 2023 Masehi pekan ini.
"Pemerintah mengimbau fasilitas publik seperti lapangan yang dikelola pemda agar dibuka dan diizinkan untuk tempat Salat Idulfitri jika ada ormas atau kelompok masyarakat yang ingin menggunakannya. Pemda diminta untuk mengakomodasi. Kita harus membangun kerukunan meski berbeda waktu hari raya," cuit Mahfud dalam akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Selasa (18/4/2023).
Mahfud menyambung cuitannya dengan menegaskan bahwa meski terdapat perbedaan, penentuan Hari Raya Idulfitri 1444 H sama-sama dilakukan berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW.
Ia mengutip hadits yang berbunyi "Berpuasalah kamu jika melihat hilal (bulan) dan berhari rayalah jika melihat hilal," sembari menambahkan bahwa proses penentuan hilal bisa dilakukan dengan dua cara, yakni rukyat dan hisab.
"Maksudnya setelah melihat hilal tanggal 1 bulan Hijriyah, melihat hilal bisa dengan rukyat, bisa dengan dengan hisab," cuitnya.
Mahfud menjelaskan bahwa rukyat adalah proses melihat hilal dengan mata telanjang dibantu teropong seperti praktik yang dilakukan semasa Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan hisab adalah proses melihat hilal dengan hitungan ilmu astronomi sembari menambahkan bahwa proses rukyat selalu didahului hisab sebelum dilajukan pengecekan secara fisik.
"NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya pada tanggal 1 Syawal. Bedanya hanya dalam melihat derajat ketinggian hilal," cuit Mahfud lagi.
Polemik Izin Lapangan Pemkot Pekalongan Dan Sukabumi
Rangkaian cuitan Mahfud muncul di tengah mengemukanya kontroversi beberapa pemda menolak mengeluarkan izin penggunaan lapangan untuk Salat Idulfitri 1444 H yang rencananya dilakukan pada Jumat, 21 April 2023.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti pada Senin (16/4) siang mengungkapkan salinan surat jawaban Wali Kota Sukabumi, Jawa Barat, Achmad Fahmi terhadap pengajuan peminjaman Lapang Merdeka untuk pelaksanaan Salat Idulfitri 1444 H oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sukabumi.
Dalam salinan surat tersebut, Wali Kota Sukabumi menekankan bahwa pelaksanaan Salat Idulfitri 2023 di Lapang Merdeka akan mengikuti hasil penetapan 1 Syawal 1444 H dari Kementerian Agama RI.
"Setelah Kota Pekalongan, sekarang Sukabumi. Setelah itu mana lagi?" cuit Mu'ti dalam akun Twitter pribadinya, @Abe_Mukti, sembari menyematkan salinan surat Wali Kota Sukabumi tersebut.
Belakangan, pada Senin (17/4) malam, Mu'ti menyampaikan informasi terbaru bahwa Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid dan Wali Kota Sukabumi Ahmad Fahmi akhirnya memberi izin penggunaan Lapangan Mataram dan Lapangan Merdeka di wilayah masing-masing untuk pelaksanaan Salat Idulfitri 1444 H pada Jumat (21/4) pekan ini.
Sementara itu, Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin pada Jumat (14/4) pekan lalu telah mengimbau agar masyarakat menjunjung sikap toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan Hari Raya Idulfitri 2023.
"Yang ditempuh adalah adanya sikap bisa toleransi antara dua kelompok untuk masing-masing, ya Lebaran sesuai dengan keyakinannya, dengan hitungannya. Jadi, bahasa Jawanya legowo," ujar Wapres di Gorontalo.