Suara.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, Ketut Sumedana mengklaim pihaknya masih mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus wewenang Jaksa mengajukan Peninjauan Kembali atau PK. Kendati begitu, putusan itu tetap berlaku dan dijalankan sejak dibacakan.
"Kami masih pelajari dulu putusan lengkapnya, yang jelas putusan MK itu mengikat sejak dibacakan artinya kami tetap melaksanakan putusan tersebut," kata Ketut kepada wartawan, Senin (17/4/2023).
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memutuskan menghapus Pasal 30C huruf h Undang-Undang Kejaksaan dalam persidangan yang digelar pada Jumat (14/4/2023) lalu. Ia menilai pasal tersebut bertentangan Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Negara RI Tahun 1945.
Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan ini digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh notaris bernama Hartono. Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor 20/PUU-XXI/2023.
Baca Juga: Kasus Dugaan 9 Hakim MK Palsukan Surat Putusan, Polda Metro Limpahkan ke Bareskrim Polri
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Anwar Usman.
Akibat dihapusnya Pasal 30C huruf h, maka jaksa ke depannya tidak lagi memiliki wewenang mengajukan PK.
Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengungkap salah satu pertimbangan di balik keputusan ini, yakni untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang jaksa.
“Menurut Mahkamah, penambahan kewenangan tersebut bukan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Namun, juga akan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa khususnya dalam hal pengajuan PK terhadap perkara yang notabene telah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,” ungkapnya.
Baca Juga: Berbeda soal Proporsional Terbuka atau Tertutup, Golkar dan PBB Sepakat Satu Hal Ini