Perjalanan Kasus Serda Sahat Dibunuh Komandan, Pelaku Cuma Dihukum 1,5 Tahun

Jum'at, 14 April 2023 | 15:54 WIB
Perjalanan Kasus Serda Sahat Dibunuh Komandan, Pelaku Cuma Dihukum 1,5 Tahun
Ilustrasi TNI. Perjalanan Kasus Serda Sahat Dibunuh Komandan, Pelaku Cuma Dihukum 1,5 Tahun [ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus kematian Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus sejak empat lalu, masih membuat keluarganya resah. Korban tewas di tangan atasannya pada 10 November 2018. Ibu korban, Tioma Tambunan, bahkan menangis histeris dan berharap Panglima TNI bisa mengusut perkara sang anak. 

Kekinian, salah satu pelakunya sudah diadili. Namun, vonis yang dijatuhkan hanya 1,5 tahun penjara. Jika melihat dari akibat yang diterima korban, yakni sampai tewas, hukuman ini bisa dibilang tak sepadan. Lalu, seperti apa perjalanan kasus meninggalnya Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus?

Keluarga Korban Menuntut

Pihak keluarga sempat menuntut pengusutan kasus kematian Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus di depan Pengadilan Militer Medan Sumatera Utara, Selasa (20/12/2022). Anggota Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai itu dihabisi nyawanya oleh atasan. Sehingga, keluarga mendesak agar mantan komandan yang terlibat dapat diproses secara hukum. 

Baca Juga: 'Langit dan Bumi' Beda Nasib Hukuman Mayor Widyastana dan Sambo yang Kompak Bunuh Anak Buah

Kuasa Hukum Ungkap Kronologi

Poltak Silitonga selaku kuasa hukum korban, membeberkan bagaimana Serda Sahat bisa tewas. Saat mengikuti latihan pada November 2018, Sahat dinyatakan lulus. Lalu, ia dilatih di Resimen Induk Kodam I/Bukit Barisan di Pematang Siantar.

Selang enam bulan, Sahat dikirim ke Kota Malang untuk menjalani pendidikan Arhanud. Setelahnya, ia ditempatkan di Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai. Di sanalah, dirinya diduga dianiaya atasan, tepatnya pada 8 November 2018 lalu.

Besoknya, korban yang sedang tidak sehat, dipaksa menjalani latihan berat. Ia bahkan, dikatakan kuasa hukumnya, diperintahkan untuk masuk ke dalam kanal. Hal ini menyebabkan air dan gambut masuk ke paru-paru yang membuatnya tidak sadarkan diri.

Setelah tenggelam, korban dibawa ke RSUD Dumai. Pada 10 November 2018. Sayangnya, ia dinyatakan meninggal dunia. Di sisi lain, disampaikan kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak, Serda Sehat sempat dihajar oleh pelaku.

Baca Juga: TPNPB-OPM Ancam Bakal Targetkan Pilot Kalau Pemerintah Nekat Bawa Pesawat ke Zona Perang di Papua

"Korban (Sahat) disiksa dengan cara ditenggelamkan, dihajar, dipaksa berlari, dipaksa berdiri, dan seterusnya," ujar Kamaruddin.

Ditetapkan Para Tersangka

Dalam kasus kematian Serda Sahat, ada tiga orang yang diadili. Dua pelaku, yakni Sertu Simson Candra Aritonang dan Serda Lulut Sapta Hendrawan sudah dipenjara dan dipecat. Sementara satu orang lagi, Letda Yhonrotua Rajagukguk masih berdinas, usai ia mengajukan banding.

Pihak keluarga pun mendesak Dilmilti I Medan untuk mengadili Letda Yhonrotua Rajagukguk. Mereka bersama Horas Bangso Batak (HBB) juga meminta Kodam I/Bukit Barisan agar Mayor Arh Gede Henry Widyastana selaku eks Komandan Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai ikut diproses hukum.

Sebab menurut mereka, Mayor Widyastana yang kini menjabat sebagai Pabandyabinkar Spersdam Kasuari ikut bertanggungjawab. Pihak korban menilai, para pelaku perlu didakwa Pasal 338 dan Pasal 340 junto Pasal 55 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Salah Satu Tersangka Divonis 1,5 Tahun Penjara

Mayor Widyastana selaku salah satu tersangka kematian Serda Sahat Wira, menjalani sidang di Pengadilan Militer I-02 Medan, Kamis (13/4/2023). Dalam persidangan yang dipimpin Kolonel Sus Mustofa itu, ia divonis 1 tahun 6 bulan dan dipecat dari kesatuan TNI.

"Menjatuhkan pidana pokok penjara selama 1 tahun 6 bulan, pidana tambahan pecat dari dinas militer," ujar Kolonel Sus Mustofa dalam persidangan tersebut.

Widyastana dianggap melanggar Pasal 103 Kitab UU Hukum Pidana Militer. Adapun hal yang meringankan hukumannya meski membuat nyawa orang lain melayang, yakni karena bersikap sopan. Sementara yang memberatkan adalah tidak adanya simpati kepada keluarga korban.

Kontributor : Xandra Junia Indriasti

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI