Suara.com - Ahli psikologi Forensik, Reza Indragiri menilai adanya dugaan aksi saling menjegal antara pejabat tinggi Polri terkait kasus narkotika mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa.
Pernyataan itu dikatakan Reza usai Teddy Minahasa membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023). Reza mengaku sudah mengatakan hal tersebut jauh sebelum Teddy diadili.
"Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," kata Reza.
Menurutnya, aksi bersaing di tubuh Polri lumrah dan masih bisa ditoleransi jika dilakukan secara sehat. Namun, situasi di tubuh Polri dinilai bisa memburuk jika persaingan itu dilakukan dengan sabotase.
Baca Juga: Antisipasi Pengamanan Mudik Lebaran, TNI Kerahkan Sekitar 18.000 Pasukan
Reza mengatakan bahwa situasi itu terjadi usai muncul dugaan status tersangka yang dipaksakan terhadap mantan Kapolda Sumbar itu.
"Apabila antar-subgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Dan kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya," ujar Reza.
"Lebih-lebih, kalau sesama klik dan personel polisi saja bisa terjadi kriminalisasi," tambah Reza.
Ia berharap agar berbagai pihak bisa melihat sinyal ini sehingga hakim bisa memutuskan vonis yang adil pada para terdakwa.
Sebelumnya, Teddy mengklaim dirinya telah dipaksakan menjadi tersangka oleh penyidik karena tak pernah diperiksa sebagai saksi.
Baca Juga: Pakar Nilai Negara Terkesan Ditekan Asing Dalam Setarakan Tembakau dengan Narkotika
"Sudah jelas bahwa prosedur penetapan seorang menjadi tersangka harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Hal ini mengesankan bahwa saya memang dibidik untuk dijatuhkan," kata Teddy saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis.
Selain itu, dia juga menyoroti bukti yang membuat dirinya menjadi tersangka antara lain adalah isi percakapan WhatsApp dari telepon genggam milik tersangka lain.
Dia merasa bukti percakapan dalam telepon genggam miliknya tidak pernah ditampilkan di dalam persidangan.
Karena penetapan tersangka tersebut, Teddy mengaku dirinya telah kehilangan karir yang cemerlang sebagai anggota Polri.
"Menghancurkan hidup serta masa depan saya, yang tentunya berdampak terhadap keluarga besar saya. Bahkan akhirnya bertujuan untuk membinasakan saya," kata Teddy.
Maka dari itu, dia berharap majelis hakim mau mempertimbangkan fakta tersebut dan memberikan vonis yang adil.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menuntut terdakwa kasus peredaran narkoba, mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa, dengan pidana hukuman mati.
"Menjatuhkan terhadap Teddy Minahasa pidana mati," kata salah satu JPU Iwan Ginting, di PN Jakarta Barat, Kamis (30/3).
Menurut JPU, terbukti terlibat dalam proses transaksi, penjualan hingga menikmati hasil penjualan sabu milik Teddy Minahasa. [ANTARA]