Suara.com - Merri Utami yang merupakan terpidana mati kasus peredaran narkotika mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo. Kabar grasi itu diterima langsung dari Merri pada 24 Maret 2023 oleh sang pengacara, Aisyah Humaida Musthafa. Surat grasi melalui Keputusan Presiden (Keppres) itu tentu merupakan kabar gembira bagi Merri dan keluarganya.
Setelah mendekam lebih dari 20 tahun di penjara untuk menunggu eksekusi mati, akhirnya ada kepastian Merri batal dieksekusi dengan grasi tersebut sehingga hukumannya kini menjadi seumur hidup. Simak kasus Merri Utami, terpidana mati yang diberi grasi oleh Presiden Jokowi berikut ini.
Ditangkap 31 Oktober 2001
Merri Utami merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kilogram heroin yang ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada tahun 2001 silam. Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman mati pada Merri karena kedapatan membawa heroin sepulang dari Taiwan.
Baca Juga: Polda Kalbar Gagalkan Penyelundupan 9,1 kg Ganja, 2 Orang Terduga Pelaku Diringkus
Komnas Perempuan ketika itu menyebut Merri sebagai korban perdagangan orang. Pasalnya, Merri hanya mengetahui dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.
Ketika itu, Merri sempat curiga karena tas itu lebih berat dari biasanya. Namun, pemberi tas beralasan tas itu berat sangat karena kualitas kulit yang bagus.
Alhasil, Merri seorang diri membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 melewati Bandara Soekarno-Hatta. Dia kemudian ditangkap karena ketahuan membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.
Diadili Mei 2002
Merri kemudian diadili di Pengadilan Negeri Tangerang pada Mei 2002. Dia divonis hukuman mati sesuai tuntutan jaksa. Merri yang tak terima kemudian mengajukan banding.
Baca Juga: Isi Surat Kepala BNN Tasikmalaya Minta THR ke PO Budiman: Mohon Partisipasi dan Apresiasi Bapak...
Namun, Pengadilan Tinggi Tangerang tetap menguatkan putusan PN Tangerang soal vonis mati Merri. Kekeuh ingin menghindari hukuman mati, Merri kemudian mengajukan kasasi. Di tingkat kasasi, permohonan Merri juga ditolak.
Lolos Eksekusi Mati Tahap III
Jelang eksekusi mati tahap III di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Minggu (24/7/2016), terpidana mati Merri Utami dipindah ke Lapas Kelas I Batu Nusakambangan. Merri sebelumnya mendekam di Lapas Kelas II A Wanita Kota Tangerang.
Setiba di Nusakambangan, Merri langsung menempati ruang isolasi Lapas Besi yang berada di pulau tersebut. Namun entah mengapa kemudian, jaksa eksekutor menunda pelaksanaan eksekusi 10 terpidana yang salah satunya Merri Utami.
Jokowi Terima Surat Permohonan Grasi
Surat permohonan grasi Merri Utami masuk ke Kementerian Sekretariat Negara pada 29 Juli 2016. Namun Presiden kala itu belum memberikan sikap terhadap permohonan Merri. Hal itu karena Jokowi masih menunggu surat pertimbangan dari Mahkamah Agung terkait permohonan grasi Merri.
Anak Merri Utami Temui KSP
Pada November 2021, anak Merri Utami, Devy Christa mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta. Devy datang untuk menyerahkan surat permohonan pada Presiden Jokowi agar mengabulkan grasi sang ibunda.
Selain surat, Devy juga membawa beberapa kerajinan tangan karya Merri berupa lukisan rajut dan tempat tisu terbuat dari mote. Dia mengatakan karya-karya itu dibuat sang ibu semasa mendekam di penjara.
Karya-karya milik Merri itu diserahkan Devy dengan harapan dapat menjadi pertimbangan dalam mengabulkan permohonan grasi. Karya-karya itu bisa menjadi bukti Merri berkelakuan baik selama menjalani hukuman di penjara.
Jokowi Kabulkan Grasi Merri Utami
Pengacara menyebut Merri Utami telah mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi. Merri Utami mendapat pengampunan menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Tim pengacara mendapat informasi pengabulan grasi itu dari Merri pada akhir Maret lalu, sementara surat diterbitkan pada 13 Maret 2023. Mereka mengapresiasi pengurangan hukuman Merri Utami menjadi penjara seumur hidup. Namun ada harapan masa tahanan yang telah dijalani Merri selama 22 tahun juga turut dipertimbangkan.
Kontributor : Trias Rohmadoni