Suara.com - Seorang turis asal Taiwan mengaku dipalak oleh petugas Imigrasi Indonesia sebesar Rp60 juta. Hal ini karena turis tersebut telah melanggar ketentuan berupa memotret area bandara dengan kameranya.
Kemudian turis tersebut diinterogasi dan dibawa ke ruangan gelap. Turis berinisial L itu mengatakan petugas tersebut menyebut dirinya akan dideportasi ke Taiwan karena melanggar aturan.
Setelah diinterogasi, L diminta menunggu selama sekitar 1 jam. L juga melihat ada turis lain yang masuk ke dalam ruangan. L merasa ada yang tidak beres dan dirinya dibuat menunggu agar mau membayar denda.
Awalnya petugas menetapkan denda sebesar USD4.000 atau sekitar Rp60 juta tetapi setelah melakukan negosiasi, nilai tersebut turut menjadi Rp4,5 juta atau USD300. Selanjutnya L diminta melakukan transaksi tarik tunai dan karena ada limit transaksi, L hanya dapat menarik sebesar Rp4 juta.
Baca Juga: Aturan Baru Mudik Lebaran 2023, Pelabuhan Merak Hanya untuk Mobil
Setelah itu, L diizinkan untuk pergi. Hal yang membuat situasi semakin aneh adalah karena petugas memperingatkan L agar tidak memberitahukan kepada siapapun.
Aturan larangan memotret di area bandara wajib diperhatikan bagi seluruh masyarakat. Berkenaan dengan fenomena tersebut, berikut aturan larangan memotret di area bandara.
Vice President Corporate Secretary Angkasa Pura I Rahadian D Yogisworo membenarkan bahwa ada bandara yang dilarang berfoto. Hal ini sesuai dengan ketentuan dari Menteri Perhubungan RI sejak 2020.
Menurut aturan tersebut, terdapat 4 area bandara yang dilarang untuk berfoto. Area tersebut yakni tempat pemeriksaan keamanan (security check point), tempat pengendalian keamanan (access control point), area kepabeanan, dan area imigrasi.
Area tersebut tidak boleh diambil gambar dengan alasan tertentu. Alasan tersebut yakni bahwa area itu adalah area vital dan merupakan area yang berkaitan dengan keamanan penerbangan.
Jika terdapat seseorang yang melanggar aturan tersebut, maka petugas hanya wajib meminta hasil foto dihapus. Artinya, tidak ada sanksi khusus berupa denda dan lain sebagainya.
PT Angkasa Pura I yang merupakan pengelola bandara telah berupaya mencegah terjadinya pelanggaran. Caranya yakni dengan memberi himbauan dan informasi lengkap kepada pengguna jasa dengan papan informasi.
Papan informasi tersebut memuat area-area yang dilarang diambil gambarnya. Lokasi tersebut disebut dengan Daerah Keamanan Terbatas.
Menanggapi hal tersebut, Bea Cukai RI menyampaikan bahwa kejadian itu bukan di Bea Cukai. Alasannya yakni Bea Cukai tidak memiliki kewenangan melakukan perekaman sidik jari dan stempel atau cap pada paspor.
“Dari keterangan tersebut, kami meyakini bahwa kejadian tersebut tidak terjadi di Bea Cukai karena kami tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perekaman sidik jari dan stempel/cap pada paspor,” jelas Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana pada Kamis (13/4) dari Siaran Pers Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma