Suara.com - Kini tiba saatnya tersangka kasus penjualan barang bukti narkoba, Irjen Pol Teddy Minahasa untuk membacakan pleidoi alias nota pembelaan usai dirinya menerima tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya, jaksa menuntut Teddy hukuman terberat yakni hukuman mati.
"Menyatakan Teddy Minahasa Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana (peredaran narkoba)," kata JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Kamis (30/3/2023).
Teddy Minahasa bacakan pleidoi berjudul 'Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi'
Teddy melayangkan pembelaan melalui pleidoi yang ia tulis berjudul 'Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi'.
Alih-alih mengakui perbuatannya, pleidoi tersebut berisi tentang keluh kesah Teddy yang merasa menjadi korban, bukan pelaku dalam kasus pengedaran sabu yang ia nahkodai.
Teddy melalui pleidoinya meminta maaf lantaran dirinya kerap naik pitam saat di persidangan. Sebab hal tersebut adalah respons yang ia berikan lantaran ia tak pernah berpengalaman terlibat masalah hukum sebelumnya.
Merasa di-framing media dan tak rela kariernya hancur gegara narkoba
Teddy juga merasa media telah merusak citranya saat dilabeli polisi terkaya. Ia merasa menjadi korban 'framing' media menjadi polisi terkaya versi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2022.
Baca Juga: Bacakan Pledoi, Teddy Minahasa Klaim Dipaksakan Jadi Tersangka hingga Ungkit Prestasinya di Polri
Padahal menurutnya, hal itu justru menjadi bukti dirinya merupakan abdi negara yang taat aturan. Pasalnya, selama ini ia selalu melaporkan harta kekayaannya apa adanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan tidak pernah menyembunyikannya.