Meskipun Presiden Jokowi telah menargetkan proyek ini dimulai pada tahun yang sama, Sofjan mengatakan bahwa rencana groundbreaking pada 17 Agustus 2015 sulit untuk direalisasikan.
Proyek yang digaungkan pada era Menteri Rini Soemarno ini akhirnya berkali-kali mundur dari target awal karena berbagai masalah. Belakangan, China juga meminta APBN sebagai jaminan utang Indonesia.
Pada 2015 lalu, studi terkait menyebut, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membutuhkan investasi 'hanya' Rp 67 triliun. Studi terkait kala itu dilakukan oleh JICA.
Sementara, melansir dari data yang diungkapkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada akhir 2022 lalu, biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung meningkat sebesar US$1,449 miliar atau setara dengan Rp21 triliun.
Sehingga total nilai proyek yang merupakan patungan antara Indonesia dan China itu meningkat menjadi US$7,5 miliar atau setara dengan Rp117 triliun.