Suara.com - Penasihat hukum terdakwa kasus peredaran narkoba Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea menegaskan barang bukti berupa tangkapan layar percakapan antarterdakwa tidak sah.
Menurut Hotman Paris, tangkapan layar yang menjadi barang bukti itu tidak ditunjukkan secara keseluruhan dan tidak melalui pemeriksaan digital forensik.
"Menurut ahli tersebut (dari Kemenkominfo), itu melanggar UU ITE Pasal 5 dan 6, dan oleh karenanya alat bukti tersebut tidak sah,” kata Hotman di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Dengan begitu, kata dia, berita acara pemeriksaan saksi fakta juga tidak sah karena didasari oleh barang bukti yang tidak sah.
Baca Juga: Sudah jadi Polisi Terkaya, Teddy Minahasa: Untuk Apa Jual Narkoba Demi Rp 300 Juta?
"Dalam perkara, ini semua chat WhatsApp tersebut hanya difoto, bahkan jari penyidik kelihatan padahal menurut UU ITE, harus keseluruhan, harus utuh, dan harus digital forensik dulu, harus digital forensik yang ditunjukkan kepada saksi fakta," tutur Hotman.
Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati karena dinilai bersalah melanggar pasal primair Pasal 114 Ayat 2 jucto Pasal 55 KUHP.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, jaksa menilai Teddy telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan jenis sabu sebagai hal memberatkan.
Hal memberatkan lainnya ialah status Teddy yang merupakan anggota Polri sebagai Kapolda Sumatera Barat yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk memberantas peredaran gelap narkoba.
Jaksa juga menilai Teddy telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi Polri yang anggotanya sekitar 4 ratus ribu personil. Perbuatan Teddy juga disebut telah merusak nama baik Polri.
Terakhir, Teddy disebut tidak menjalankan program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba. Di sisi lain, jaksa penuntut umum menilai tidak ada hal yang meringankan tuntutan terhadap Teddy.