Suara.com - Teddy Minahasa menyangkal turut menjual narkoba dari hasil sitaan demi meraup keuntungan. Pasalnya, eks Kapolda Sumatera Barat dengan pangkat terakhir sebagai Irjen itu mengaku telah memiliki banyak uang.
Pernyataan itu disampaikan Teddy Minahasa saat membacakan nota pembelaan alias pleidoinya terkait statusnya sebagai terdakwa kasus peredaran narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023). Pleidoi yang dibacakan Teddy Minahasa berjudul 'Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi.'
"Jika saya diframing oleh media sebagai polisi terkaya versi LHKPN tahun 2022, menurut saya hal itu karena saya melaporkan apa adanya tentang apa yang saya punya," kata Teddy di persidangan.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Teddy melaporkan hartanya pada Maret 2022 dengan total kekayaan lebih dari Rp 29 miliar.
Terkait klaim polisi terkaya, Teddy Minahasa pun curhat soal jerih payahnya untuk bisa berkarier di kepolisian.
"Untuk apa lagi saya harus melakukan penyimpangan hukum seperti ini hanya demi yang Rp300 juta? Saya sudah berdarah- darah dan berkeringat penuh perjuangan dalam meniti karier saya, masak saya rusak sendiri dengan jualan sabu?" ucap Teddy.
Dituntut Hukuman Mati
Sebelumnya, Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati karena dinilai bersalah melanggar pasal primair Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengungkapkan pertimbangan mereka menuntut terdakwa Teddy Minahasa dengan hukuman pidana mati.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, jaksa menilai Teddy telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan jenis sabu sebagai hal memberatkan.
Lebih lanjut, hal memberatkan lainnya ialah status Teddy yang merupakan anggota Polri sebagai Kapolda Sumatera Barat yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk memberantas peredaran gelap narkoba.
"Namun, terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika sehingga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggungjawab sebagai Kapolda dan tidak mencerminkan seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Kemudian, jaksa juga menilai Teddy telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi Polri yang anggotanya sekitar 4 ratus ribu personel. Perbuatan Teddy juga disebut telah merusak nama baik Polri.
Teddy yang tidak mau mengakui perbuatannya san berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan juga disebut menjadi hal yang memberatkan tuntutan.
"Perbuatan terdakwa sebagai kapolda telah menkhianati perintah presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran narkotika," lanjut jaksa.
Terakhir, Teddy disebut tidak menjalankan program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba.
Di sisi lain, jaksa penuntut umum menilai tidak ada hal yang meringankan tuntutan terhadap Teddy.