Suara.com - Sebanyak 10 orang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 25 orang yang terjaring operasi tangkap tangan atau OTT di Semarang dan Jakarta pada Selasa (11/4/2023). Kasus diduga terkait suap senilai Rp 14,5 miliar di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait pembangunan jalur kereta api tahun anggaran 2018-2022.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengungkap, proyek pembangunan jalur kereta api terdiri dari 4 jalur, yaitu pembangunan jalur kereta api Ganda Solo Balapan – Kadipiro – Kalioso, dan proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar Sulawesi Selatan.
Kemudian proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat, serta proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.
"Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang tender," kata Johanis saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Baca Juga: 3 Fakta OTT KPK Pejabat DJKA di Semarang, Dugaan Transaksi Pakai Uang Asing
Atas hal itu KPK menemukan adanya dugaan penerimaan uang atau suap oleh penyelenggara negara di lingkungan Kemenhub dari pihak swasta. Besarannya antara 5 sampai 10 persen dari nilai proyek.
1. Pada tanggal 10 April 2023, PUT (Putu Sumarjaya) selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa bagian Tengah bersama dengan BEN (Benard Hasibuan) sebagai PPK Jawa bagian Tengah, telah menerima sejumlah uang sekitar Rp 800 juta dari DIN (Dion Renato Sugiarto), yang merupakan Direktur PT IPA (Istana Putra Agung). Dana itu terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta Ganda Solo Balapan – Kadipiro – Kalioso.
2. Pada tanggal 11 April 2023, AFF (Achmad Affandy) selaku PPK BPKA Sulawesi Selatan menerima uang senilai Rp 150 juta dari DIN (Dion Renato Sugiarto), merupakan Direktur PT IPA (Istana Putra Agung). Dana tersebut terkait proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan.
3. Pada Januari, Februari, dan 7 April 2023, PPK BTP Jawa bagian Barat SYN (Syntho Pirjani Hutabarat) menerima uang Rp 1,6 miliar dari Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma) MUH (Muchamad Hikmat), Direktur PT IPA (Istana Putra Agung) DIN (Dion Renato Sugiarto), Direktur NTL (Nazma Tata Laksana) FAK (Fahmi Arif Kurniawan) dan kawan-kawan. Dana itu terkait empat Proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur.
4. Pada 11 April 2023 dan rentang periode Juni sampai Desember 2022, Direktur Prasarana DJKA Kemenhub HRN (Harno Trimadi) bersama PPK Kemenhub FAD (Fadliansyah) menerima uang senilai Rp1,1 Miliar dari Direktur PT Kereta Api Manajemen YOS (Yoseph Ibrahim) bersama Vice Presiden PAR (Parjono). Dana itu terkait perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera. Hasil pemeriksaan penerimaan uang tersebut diantaranya diduga untuk Tunjangan Hari Raya (THR).
Baca Juga: 4 Orang Terjaring OTT Di Semarang Tiba Di Markas KPK
"Dari permintaan keterangan sejumlah terperiksa yang didukung dengan sejumlah bukti awal, penerimaan uang yang diduga sebagai suap oleh para pihak dalam kegiatan proyek pengadaan dan pemeliharaan jalan kereta api dimaksud, sejauh ini diduga mencapai lebih dari Rp 14,5 miliar dan berikutnya tentu terus KPK kembangkan dan didalami lebih lanjut pada proses penyidikan," papar Johanis.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka, sebagai pemberi yakni Dion Renato Sugiarto, Muchamad Hikmat, Yoseph Ibrahim dan Parjono.
Sedangkan sebagai penerima, Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi, PPK BTP Jabagteng Bernard Hasibuan, Kepala BTP Jabatan Putu Sumarjaya, PPK BPKA Sulsel Achmad Affandi, PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah, dan PPK BTP Jabagbar Syntho Pirjani Hutabarat.
Para pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan penerima dijerat melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.