Suara.com - Anggota Komisi III DPR Johan Budi menyoroti publik yang gampang lupa akan isu tertentu yang sebelumnya ramai, esoknya tidak lagi dibicarakan. Hal ini yang menurutnya bisa terjadi terhadap isu transaksi mencurigakan Rp 349 triliun.
Adapun sorotan itu disampaikan Johan Budi saat rapat kerja dan rapat dengar pendapat antara Komisi III dengan PPATK dan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNPP TPPU), Selasa (11/4/2023).
"Republik Indonesia ini sudah sering kali gampang bereaksi dengan isu, nanti ada isu baru yang menarik perhatian, saya hakulyakin isu ini akan hilang, mau percaya? Nanti kita bisa liat minggu depan, setelah kita ini, coba kita lihat," kata Johan Budi.
Menurutnya isu Rp 349 triliun bisa gampang terlupakan mengingat saat ini sedang ramai isu tentang pencapresan. Bukan hanya itu, Johan mengkhawatirkan isu Rp 349 triliun malah menjadi alat politik.
Baca Juga: Curhat ke Mahfud MD Di-bully Isu Kasih Gift untuk Gressel, Johan Budi: JKT48 Saja Saya Gak Tahu
"Apalagi sekarang ada isu capres-capresan. Nah, saya takutnya isu ini juga bisa dipakai sebagai komoditi menaikkan pamor seseorang atau menurunkan pamor seseorang, ini saya rasa begitu," kata Johan.
Karena itu, ia mengingatkan Komisi III agar bahasan mengenai transaksi janggal berkaitan TPPU itu tidak berhenti pada rapat dengan PPATK dan Komite TPPU hanya sebatas pembentukan satuan tugas atau satgas. Ia berharap perkara tersebut turut didalami kepada penegak hukum yang menjadi mitra Komisi III.
"Kita selalu akan ingatkan nanti, ntar lagi kita rapat dengan Kapolri dengan KPK mungkin bisa kita titipkan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian bisa kita pastikan bahwa apa yang diserahkan oleh PPATK itu ditindaklanjuti oleh penegak hukum," kata Johan.
"Jadi saya kira itu yang bisa saya sampaikan sekali lagi, kita jangan sampai karena ramai di isu yang kemudian pelan-pelan tenggelam, isu berganti kemudian pro kontra pelan-pelan hilang akhirnya kita tidak mendapatkan apa apa, negara tidak mendapatkan apa apa, dari gegap gempita 349 triliun ini, adakah uang dikembalikan ke negara?" tandasnya.
Lampu Hijau Bentuk Pansus
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNPP TPPU) Mahfud MD membeberkan pentingnya pembentukam satuan tugas atau satgas dalam penanganan transaksi janggal Rp 349 triliun. Menurutnya untuk menangangi perkara itu memang perlu pembentukam satgas, lantaran komite saja tidak cukup.
Baca Juga: Berantas Pejabat TPPU, Mahfud MD Segera Bentuk Satgas Bersama Bareskrim Polri dan BIN
Hal ini disampaikan Mahfud usai rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Selasa (11/4). Diketahui dalam rapat, sejumlah anggota menyampaikan pandangan agar pembentukan satgas tidak perlu. Mulai dari dalih anggotanya serupa dengan komite hingga keraguan perkara akan beres.
Tetapi pada akhirnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul memberikam lampu hijau kepada Mahfud untuk membentuk satgas.
Mahfud mengatakan komite merupakan permanen dan mengikuti jabatan periodek. Sementara satgas bersifat ad hoc terhadap kasus terkait.
"Beda karena kalau komite itu semuanya TPPU di semua institusi sedangkan ini hanya menyangkut bea dan cukai dan pajak, beda ya," kata Mahfud di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Menkopolhukam ini mengatakan pembentukan satgas tidak akan lama lagi. Mengingat Komisi III sudah memberikan persetujuan.
"Nantilah. Sebentar lagi. Keputusan tadi bagus sudah merupakan apa yang kami putuskan di dalam dan sudah disetujui oleh DPR. Jadi satgasnya tidak lama lagi lah. Ini karena Minggu depan sudah mulai libur," ujar Mahfud.
Sementara itu, Bambang Pacul di dalam rapat sudah memberikan persetujuan pembentukan satgas. Pemberian dukungan ini mengakhiri perbedaan pandang tentang perlu atau tidaknya satgas.
"Kalau kita lihat, poin ke-6, Komite TPPU akan segera membentuk tim gabungan atau satgas yang melakukan supervisi. Nah sudah ini. Ini akan mensupervisi seluruh LHA dan LHP yang belum selesai. Nanti 300 itu yang LHA berapa yang LHP berapa dan yang sekadar info berapa, itu kita list, tugas Satgas yang selesaikan," kata Pacul.
Ia menegaskan kembali dukungan pembentukam satgas oleh Komite TPPU. Hanha saja Pacul mengingatkam agar Satgas nantinya dapat secara rutin melaporkan hasir kerja kepada Komisi III.
"Komisi III Mendukung penuh poin 6 untuk dibuatkan satgas dan karena kita di sini, Komisi III, dan setiap periode rapat, kita yang setahun 5 kali ini kita selalu minta satgas bersama PPATK melaporkan progresnya sampai 300 laporannya selesai. Cocok to? Tuntas. Kita tuntaskan itu," kata Pacul.
"Jadi satgas itu monggo silakan pak Komite membentuk, dan itu akan melaporkan ke Komisi III setiap kali rapat di setiap masa sidang rapat," sambung Pacul.
Dapat Penolakan
Sebelumnya sejumlah anggota Komisi III memandang pembentukan satgas tidak diperlukan. Mengingat tugas dan anggotanya serupa Komite TPPU itu sendiri.
"Kalau itu dibentuk satgas pak dan orangnya itu itu aja, nanti niat Pak Mahfud membongkar ini secara menyeluruh, mungkin bisa juga gak berhasil pak," kata Johan Budi.
Ia lantas memberikam usul agar Komite TPPU berkoordinasi dengan KPK untuk menyerahkam data perihal transaksi janggal.
"Jadi KPK ikut juga melakukan penelusuran lebih lanjut, mengenai Rp 189 triliun ini bukan angka yang kecil. Saya tidak mendalami ini detail kepabeannya seperti apa tapi kalau baca dari yang dijelaskan bahwa 189 ini sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, ya jadi bahkan sampai proses peninjauan kembali, saya kira itu aja," ujar Johan Budi.
Hal senada juga disampaikam Benny K. Harman di dalam rapat. Ia mengakui awalnya mendukung pembentukan satgas, namun berubah ketika mengetahui siapa saja anggota satgas.
"Saya mendukung satgas tapi kemudian hilang semangat saya begitu membaca anggotanya siapa saja. Lah kok itu itu juga. Pak Mahfud sumber masalah in ikan ada di kepabeanan. Ada di perpajakan, ada di penegak hukum itu, kok mereka lagi yang jadi anggotanya?" kata Benny.
"Menurut saya ini bagian dari agenda untuk close up kasus ini secara halus, tapi ya adalah pertanyaan publik serius ga Pak Mahfud, sungguh sungguh nggak ibu Menkeu, kalau bisa satgas independen," sambung Benny.
Sarifuddin Sudding juga memiliki pandangan demikian. Ia malah menyarankan persoalam transaksi ratusan triliun itu diselesaikam melalui pembentukam pansus di DPR.
"Saya kira tidak tepat satgas masa persoalan dalam rumah akan diselesaikan oleh orang dalam rumah itu sendiri. Saya kira lebih tepat diselesaikan dalam hak angket salam bentuk pansus di DPR," kata Sudding.
Terpisah, usai rapat, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menjabarkam kembali mengapa anggota Komisi III melakukan penolakan terhadap pembentukan satgas. Sebelum akhirnya diberi dukunhan oleh Ketua Komisi III.
"Ini kan baru diusulin oleh ketua komite ya, tapi kita berharap bahwa sebenarnya satgas itu nggak perlu, kan komite ini sudah ada, komite ini lah yang menjadikan untuk pendalaman mana-mana yang menjadi pertanyaan sebenarnya dari transaksi yang ada di PPATK," kata Sahroni.
"Jadi sebenarnya satgas tidak perlu, buang-buang waktu karena sistemnya sama semuanya strukturnya sama, buat apa? Mendingan itu aja sekarang dimaksimalin untuk mendapatkan hasil daripada laporan hasil analisa dari PPATK kepada Komite," ujar Sahroni.