Suara.com - Tindakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri kembali menuai polemik. Firli mendepak pegawai KPK, disinyalir karena menolak keinginannya ‘main’ dalam sejumlah kasus. Salah satunya terkait kasus Formula-E yang diduga dipaksakan untuk dinaikkan status hukumnya ke tahap penyidikan.
Adalah Brigjen Endar Priantoro, ia dicopot dari sebagai Direktur Penyelidikan KPK dan dikembalikan ke institusi asal, Polri. Namun karena merasa tidak wajar, Endar melawan tindakan Firli tersebut.
TERIK terasa seakan matahari berjarak sejengkal di atas kepala. Siang itu, Endar Priantoro mendatangi Kantor Dewan Pengawas KPK di Jalan HR Rasuna Said Kav. C1, Kuningan, Jakarta Selatan.
Jenderal Polisi Bintang Satu itu datang seorang diri. Mengenakan kemeja batik lengan panjang setelan celana hitam, Endar menenteng amplop berwarna coklat untuk menemui Dewas KPK.
Baca Juga: Periksa Keasliannya, Inspektorat DKI Kirim Barang Mewah Keluarga Pejabat Dishub ke KPK
"Saya membawa surat Bapak Kapolri tertanggal 29 Maret 2023, tentang jawaban usulan pimpinan KPK tanggal 11 November 2022 yang lalu," kata Endar kepada wartawan di lokasi, Selasa, 3 April 2023.
Dalam amplop coklat itu juga terdapat surat tugas dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal perpanjangan masa kerjanya di KPK. Kemudian salinan surat keterangan pemberhentian dirinya dengan hormat dari KPK yang ditandatangani Sekjen KPK Cahya H Harefa. Ada juga surat salinan surat penghadapan/pengembalian dirinya ke Polri yang ditanda tangani Ketua KPK Firli Bahuri.
"Tujuan saya yang pertama adalah untuk membuat aduan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Sekjen KPK dan salah satu pimpinan KPK terkait dengan penerbitan surat keputusan pemberhentian dengan hormat," ujar Endar.
Endar tidak memiliki status yang jelas di KPK. Hal itu karena dirinya diberhentikan dari lembaga antikorupsi yang dinilai tak wajar. Oleh karena itu dia mengadu ke Dewas KPK untuk mendapatkan keadilan atas nasibnya. Dia mengadukan Firli dan Cahya atas dugaan pelanggaran etik.
"Tentunya saya ingin menguji secara independen terhadap isi rapat pimpinan yang memutuskan saya untuk diberhentikan dengan hormat. Saya melihat ini hal yang tidak wajar bagi saya," tuturnya.
Baca Juga: LSI: Kepercayaan Publik terhadap Polri dan KPK Terendah di Antara Kejagung dan Pengadilan
Jumat Pagi Kelabu
Beberapa hari sebelum, pada Kamis malam, 30 Maret 2023, Endar dihubungi Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri KPK. Dia diminta untuk menghadap pimpinan lembaga antikorupsi itu.
“Saya tidak tahu waktu itu dalam rangka apa," ujarnya.
Keesokan harinya, Jumat pagi 31 Maret, dia datang ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta untuk mengjadap. Dia memasuki salah satu ruang rapat di lantai 15. Di sana dia ditemui sejumlah pimpinan KPK, yakni Wakil Ketua Nurul Ghufron, Sekjen Cahya H Harefa, Kepala Biro Hukum, Kepala Biro SDM, dan Inspektur.
Dalam pertemuan itu, dia disodorkan surat pemberhentian sebagai Direktur Penyelidikan KPK dan surat pengembalian ke institusi asalnya, Polri. Dalam surat itu tertulis Endar diberhentikan sejak tanggal 1 April 2023. Mendapati surat itu, Endar tegas menolak.
"Intinya saya tidak menerima SK (surat keputusan) itu, atau saya akan menjawab menerima, tidak!" tegasnya.
Endar kemudian menghadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengadukan nasibnya di KPK. Kapolri mengatakan agar tetap bertahan di KPK sesuai perintah.
"Perintahnya (Kapolri) cuma satu, saya melaksanakan tugas sebagaimana surat perpanjangan tugas saya tanggal 29 Maret yang sudah dikirim ke KPK," tegasnya.
Berbalas Surat, Kapolri dan Ketua KPK
Kabar pengembalian Endar ke Polri sudah tercium sejak lama. Selain Endar, ada rekan sejawatnya sesame anggota Polri di KPK yang ‘dipulangkan’ ke institusi asalnya. Adalah Irjen Karyoto, sebagai Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK juga dikembalikan oleh Firli ke Mabes Polri.
Keinginan Firli untuk mengembalikan Endar dan Karyoto diketahui berdasarkan surat pimpinan KPK kepada Kapolri pada 11 November 2022 lalu. Di dalam surat dengan dalih permintaan promosi jabatan kepada Karyoto dan Endar di Polri.
Beberapa bulan berselang, Kapolri menjawab surat KPK tertanggal 29 Maret 2023 dengan jawaban menerima Karyoto kembali ke Polri dan menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya menggantikan Irjen Fadil Imran.
Sedangkan Endar diperintahkan tetap di KPK sebagai Direktur Penyelidikan KPK, sebagai bagian penguatan bagi lembaga antikorupsi. Dalam arti masa kerja Endar diperpanjang di KPK, setelah sebelumnya tiga tahun mengabdi.
Tak terima, pada 30 Maret 2023, Firli Bahuri kembali mengirimkan surat kepada Kapolri tentang penghadapan (pengembalian) Endar ke Polri. Hingga akhirnya pada 31 Maret, KPK mengeluarkan surat pemberhentian Endar.
Menanggapi sikap KPK itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan menghormati aturan yang berlaku di KPK. Namun menurutnya, keputusan Polri memperpanjang masa kerja Endar di KPK dilakukan sesuai pertimbangan.
"Brigjen Endar tentunya ditempatkan di KPK melalui proses open bidding yang cukup berat yang tentunya bersaing dengan beberapa calon lain dan terpilih. Tentunya Polri sampai sekarang masih berkomitmen untuk terus mendorong penguatan terhadap KPK, khususnya dalam tugas-tugas pemberantasan korupsi," kata Sigit pada Rabu, 5 April lalu.
Dia menegaskan, mempertahankan Endar untuk tetap memperkuat KPK sesuai komitmen Polri dalam pemberantasan korupsi.
"Yang jelas Polri berkomitmen untuk memperkuat KPK. Kalau dua orang kami tarik justru melemahkan KPK," terangnya.
Dugaan Pemaksaan Kasus Formula E
Pengembalian Karyoto dan Endar diduga karena keduanya menolak untuk meningkatkan status penyelidikan kasus Formula-E ke tahap penyidikan.
Ketua KPK Firli Bahuri diduga menjadi dalang utamanya. Firli disinyalir memiliki kepentingan dalam kasus Formula-E, yang disebut-sebut sebagai alat mencegah langkah Anies Baswedan maju sebagai calon presiden di Pemilu 2024. Isu tersebut santer di lingkungan internal lembaga antikorupsi.
Seorang sumber Suara.com di internal KPK tak menampik kabar tersebut. Dia bilang, dengan tidak adanya alasan yang jelas soal pengembalian Endar dan Karyoto ke Polri, menurutnya wajar prasangka publik mengarah ke kasus Formula E.
Sumber tersebut mengungkap kejanggalan Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak soal kasus Formula E. Keduanya diduga mengupayakan penerbitan surat perintah penyidikan atau Sprindik tanpa ada nama tersangka. Dia juga menyebut Firli Bahuri diduga berada di bawah pengaruh politik.
Sedangkan sumber Suara.com di internal Polri juga mengamini kabar pengembalian Endar dan Karyoto diduga karena menolak meningkatkan kasus Formula E ke tahap penyidikan. Bahkan disebut Firli menginginkan Anies Baswedan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi Formula E. Padahal alat buktinya belum cukup, terlalu dipaksakan.
Sedangkan Endar, memberikan jawaban yang normatif soal pengembaliannya diduga karena kasus Formula E.
"Saya tidak akan bicara apakah ini terkait dengan penanganan Formula E atau tidak," ujarnya.
Jauh sebelum pengembalian Endar dan Karyoto ke Polri, keduanya sempat diadukan ke Dewan Pengawas KPK masih karena kasus Formula E pada Januari 2023 lalu. Keduanya diadukan atas dugaan pelanggaran etik diduga karena menolak meningkatkan kasus Formula E ke penyidikan.
Karyoto saat ditemui pada Kamis, 26 Januari lalu di Gedung KPK, mengaku, pihak yang mengadukan adalah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM). Namun, dia enggan menjelaskan lebih jauh.
"Saya kan dituduh, saya dilaporkan oleh LSM. Kembali ke Dewas saja bagaimana nanti proses pembuktiannya," katanya.
Bocorkan Penyadapan
Dugaan tindakan sewenang-wenang Firli tak cuma di kasus Formula-E. Dia juga diduga ‘bermain’ pada sejumlah kasus lain.
Sumber Suara.com di internal KPK menyebut, Firli diduga pernah membocorkan surat perintah penyadapan kepada pihak yang kasusnya tengah ditangani KPK. Dia melarang untuk memanggil saksi pada sebuah kasus yang status hukumnya di tahap penyidikan.
Tak hanya itu, Firli juga pernah memaksa minta untuk melihat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) suatu perkara korupsi kepada penyidik. Beberapa dokumen diduga dibocorkan Firli. Di antaranya kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM.
Sikap Firli yang 'memulangkan' pegawai KPK ke instansi asalnya diduga bukan hal baru. Jauh sebelum itu terdapat sejumlah nama yang diduga dikembalikan Firli karena melawan perintahnya.
Selain Karyoto dan Endar, ada nama Fitroh Rohcahyanto yang sebelum menjabat sebagai Direktur Penuntutan KPK yang pulang ke Kejaksaan Agung, institusi asalnya pada Februari 2023 lalu. Dia diduga dikembalikan lantaran menolak perintah Firli untuk menaikkan status hukum kasus Formula E ke tahap penyidikan.
Namun, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membantah hal tersebut. Dia mengklaim Fitro memilih hengkang dari lembaga antikorupsi atas keinginan sendiri, untuk mengembangkan karir sebagai jaksa.
Kemudian ada nama Kompol Rossa Purbo Bekti, penyidik KPK yang dikembalikan ke Polri pada Februari 2020 lalu. Pemecatannya dari KPK menjadi sorotan, karena sedang melakukan penyidikan kasus suap yang menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku.
Indonesia Corroption Watch (ICW) saat itu turut menyoroti pengembalian Kompol Rossa ke Polri. Mereka menduga agar kasus suap Harun Masiku tidak diungkap sampai tuntas.
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang akrab disapa BW menyinggung kasus tes wawasan kebangsaan atau TWK KPK atas pemecatan Endar.
"Belum lekang dari ingatan dan memori publik atas tindakan pemecatan puluhan Insan KPK melalui instrumentasi TWK," ujar BW kepada Suara.com baru-baru ini.
TWK KPK terjadi pada 2021 lalu --diduga sebagai operasi untuk memecat 57 pegawai terbaik KPK. Setidaknya ada nama Novel Baswedan dan Harun Al Rasyid yang dijuluki Raja OTT KPK, jadi bagian 57 pegawai KPK yang dipecat.
"Tindakan pemecatan masal itu adalah pengalaman yang sangat buruk, kini terulang kembali dengan adanya pencopotan Direktur Penyelidikan KPK. Tindakan seperti ini adalah contoh terbaik dari apa yang disebutnya sebagai State Capture Corruption," tutur BW.
Anggota Porli di KPK Melawan Firli
Senin, 3 April, pukul 20.05 WIB, kabar dipecatnya Endar diketahui seluruh insan KPK lewat email yang dikirimkan. Pada poinnya menyatakan Endar sudah tidak lagi menjadi bagian lembaga antikorupsi.
Para pegawai bertanya-tanya, penyebab dikembalikannya Endar ke Polri. Tanda tanya besar khususnya datang dari pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Polri, rekan sejawat Endar di KPK. Mereka tidak terima dengan keputusan itu.
Penolakan mereka lakukan dengan menuliskan surat, lewat email 'Mohon penjelasan terkait sikap lembaga Polri-KPK' yang dikirimkan ke Sekjen KPK dan Kepala Biro SDM KPK.
"Izinkan kami selaku bagian dari sistem pegawai di KPK memberikan masukan dan kritikan dengan maksud dan tujuan bersama yang baik. Di antaranya kami melihat proses pemberhentian pejabat eselon II dalam hal ini Direktur Penyelidikan KPK, menurut kami tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku," isi surat tersebut.
Tak berhenti disitu, mereka juga menulis surat terbuka berisi ancaman kepada petinggi KPK jika tetap ngotot memecat Endar. Ancaman pertama, mereka siap dikembalikan ke institusi Polri. Kedua mereka meminta Dewas KPK melakukan pemeriksaan dan audit terkait pemberhentian Endar yang dilakukan secara sewenang-wenang.
Surat yang berisi penolakan itu akhinya sampai ke telinga pimpinan KPK. Hingga pada Selasa siang, 4 April lalu dilakukan auidensi antara pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Polri dengan pimpinan KPK, termasuk Filri Bahuri.
Namun menurut sumber Suara.com tersebut, audiensi itu tidak berjalan mulus. Saat para pegawai bertanya, bukan penjelasan yang mereka terima melainkan bentakan dari Firli Bahuri. Tindakan dari pimpinan itu memicu para pegawai untuk walk out. Mereka diancam dikenakan sanksi jika masih terus memperpanjang masalah pemecatan Endar.
PNYD Polri Vs Pimpinan KPK
Dalam suratnya, PNYD dari Polri mempertanyakan alasan pasti pemecatan Endar. Mereka menilai Endar tidak pernah melakukan pelanggaran etik yang membuatnya harus dipecat dari KPK. Terlebih, Kapolri telah meminta Endar untuk tetap berada di lembaga antikorupsi.
Mereka menyinggung aturan soal aturan pengembalian atau pemecatan pegawai KPK. Salah satunya merujuk pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen SDM KPK yang berbunyi, 'Pemberhentian pegawai Komisi dilakukan oleh Pimpinan Komisi berdasarkan peraturan komisi.'
Pada pasal 19 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 disebutkan sejumlah hal yang menjadi penyebab pegawai komisi diberhentikan, di antaranya meninggal dunia, atas permintaan sendirian, pelanggaran disiplin dan kode etik, dan tuntutan organisasi.
Mereka juga menyinggung Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen SDM yang setidaknya berisi sembilan ayat. Pada ayat kelima berbunyi, 'Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan dua tahap, tahap pertama paling lama 4 tahun, dan tahap kedua paling lama dua tahun, setelah pimpinan Komisi berkoordinasi dengan pimpinan instansi asal.
Kemudian pada ayat ketujuh berbunyi, 'Komisi dapat mengembalikan pegawai negeri yang dipekerjakan pada Komisi sebelum masa penugasan empat tahun berdasarkan evaluasi, pertimbangan, dan persetujuan pimpinan instansi asal.'
Kemudian Pasal 30 Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2022 tentang Kepegawaian KPK yang berbunyi, 'Pegawai Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dikembalikan ke instansi induk apabila terbukti secara sah melakukan pelanggaran disiplin berat.'
Atas sejumlah rujukan itu mereka dengan tegas menilai pemecatan Endar tidak sah secara hukum.
"Akan tetapi tanpa sebab dan pelanggaran yang jelas, justru personel tersebut dikembalikan atau diberhentikan. Dengan demikian, maka secara hukum pemberhentian tersebut tidak SAH atau justru melanggar hukum yang berlaku," tegasnya.
Sementara itu Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyampaikan dasar hukum yang dijadikan lembaga antikorupsi untuk menolak memperpanjang masa kerja Endar.
Salah satunya Perkap Nomor 4 Tahun 2017 Jo. Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penugasan Anggota Polri di Luar Struktur Organisasi Polri. Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan, masa penugasan anggota Polri di dalam negeri dilaksanakan berdasarkan kepentingan organisasi Polri dan kebutuhan organisasi pengguna dan/atau pembinaan karier.
Kemudian ayat (2), dalam hal pengembalian penugasan anggota Polri, dilaksanakan setelah adanya koordinasi pimpinan organisasi pengguna dengan pimpinan Polri. Ali juga membantah segala kabar yang menyebut pemecatan Endar berkaitan dengan kasus Formula E.
Sementara itu, Suara.com juga telah berupaya menghubungi Ketua KPK Firli Bahuri untuk mengkonfirmasi terkait dugaan berbagai permasalahan di atas. Pesan singkat juga telah dikirimkan, namun hingga berita ini ditayangkan belum ada respons dari Ketua KPK tersebut.
__________________________
Tim Liputan: Yaumal Asri Adi Hutasuhut & Muhammad Yasir