Suara.com - Publik kembali dihebohkan kasus pembunuhan berencana dengan modus penggandaan uang. Polisi membongkar kasus pembunuhan sadis oleh seorang dukun bernama Slamet Tohari di Banjarnegara.
Slamet seorang dukul abal-abal yang menipu para korbannya dengan modus bisa menggandakan uang dengan meminta mahar hingga puluhan juta rupiah. Setelah mengambil uang, dia tega membunuh korbannya dengan racun dan dikubur untuk menghilangkan jejak.
JELANG magrib, langit di Desa Balun, Wanayasa, Banjarnegara makin kelam. Udara dingin mulai menyelimuti suasana di kampung yang berada di daratan tinggi itu. Di kampung ini terletak kediaman seorang pembunuh berdarah dingin, Slamet Tohari.
Bangunan megah, dengan pilar menjulang menyangga lantai dua menjadi salah satu saksi bisu. Di bangunan itulah sang pembunuh berantai Mbah Slamet memulai transaksi dengan para korbannya.
Baca Juga: Kronologi 2 Pasutri Asal Pesawaran Mengenal Mbah Slamet Si Dukun Pengganda Uang
Rumahnya kini sedang dijaga oleh sejumlah anggota Banser NU dan anggota Kokam Muhammadiyah. Bangunan rumah Slamet seakan terdiam namun mencuri perhatian.
"Warga tidak boleh masuk," sorak seorang warga.
Rumah Slamet kini menjadi salah satu tempat yang mengundang rasa penasaran. Namun, warga yang tidak berkepentingan dilarang masuk.
Setelah Slamet ditangkap, kini rumah itu dihuni oleh istri dan anak bungsunya berusia 14 tahun. Mereka berdua kini harus menghadapi segala cercaan masyakarat atas kekejaman Slamet.
Suara.com berkesempatan masuk ke kediaman Slamet. Sang istri, Seneh (49) membukakan pintu dan mempersilakan masuk. Ia tampak mengenakan daster, berjilbab dengan tangan dan jari berbalut perhiasan emas.
Baca Juga: Sakit Hati, Keluarga Korban Dukun Pengganda Uang Minta Mbah Slamet Dihukum Mati
Di dalam rumah sisi barat terdapat ruang tamu. Kemudian sebelah kiri ada ruang keluarga dengan TV ukuran cukup besar terpajang dan pintu pintu penghubung ke lantai dua.
Tempat tinggal Slamet terdiri dari dua bangunan rumah. Bangunan pertama, rumah warna hijau dan bangunan kedua yang terdiri dari dua lantai.
Dari pintu penghubung, di ruang tengah bangunan dua lantai tampak sebuah tungku dan kamar mandi. Kemudian di sampingnya terdapat tangga menuju lantai dua. Menurut sumber dari warga sekitar, ruangan lantai dua sangat mewah, namun kami tidak dapat akses untuk melihat kondisinya.
Dari informasi warga setempat, rumah besar tersebut dulunya merupakan peninggalan orang tua dari Seneh atau mertua Slamet Tohari.
Bagian depan rumah dua lantai, tampak sebuah bangunan kecil seperti kamar. Bangunan itu dicat putih sekitar 3 meter persegi.
Bangunan kecil itu diduga merupakan tempat ritual Slamet untuk penggandaan uang. Seneh mengungkapkan, dirinya dilarang masuk ke ruangan itu, kecuali Slamet dengan para tamunya, yang belakangan ditemukan sebagai korban.
Di dalam bangunan itu tampak kosong dan sumpek. Di sisi kiri didapati sebuah kotak dengan ukuran sekitar 15 centimeter. Lalu juga terdapat sebuah terpal dan tikar berwarna oranye yang dilipat dan ditumpuk.
Ruangan itu sangat lembab dan gelap. Tak ada ventilasi untuk sirkulasi udara maupun lentera sebagai penerang.
Kini ruang ritual yang diduga tempat penggandaan uang itu sudah dikunci dan disegel polisi. Sehingga orang lain dilarang memasuki ruangan tersebut.
Seneh mengakui, suaminya telah ditangkap. Ia mengaku sudah tidak pernah berkomunikasi selama setahun terakhir. Tak heran ia merasa ditelantarkan.
"Sudah satu tahun malah saya ditelantarkan," ujar dia.
Ekspresi Seneh saat itu sulit dijelaskan. Pasalnya, ia sebelumnya sudah merasa sakit hati lantaran sikap Slamet kepadanya.
“Setahun terakhir jarang pulang ke rumah, sejak kenal sama orang Pagentan itu. Saya tidak tahu kos-kosannya di mana,” ungkapnya.
Seneh tidak tahu pekerjaan suaminya selama ini. Yang ia tahu Slamet sering pergi ke luar daerah.
Selama 25 tahun menikah, ia tak menyangka dan kaget ketika mengetahui suaminya adalah pembunuh berdarah dingin. Meski begitu, ia merasa lega lantaran Slamet sudah ditangkap.
“Saya kaget karena waktu kejadian saya gak tahu. Ada tamu yang telah dipateni (dibunuh) kan ggak dibawa ke rumah ini, saya enggak tahu,” tuturnya.
Jasad Tanpa Identitas
Rasa gundah mulai mengaduk-aduk perasaannya setelah membaca pesan WhatsApp masuk di ponselnya pada 00.37 malam. Pesan itu diterima SL, seorang pemuda, dari ayahnya berinisial PO.
"Ini lagi di rumah pak Slamet, buat jaga-jaga kalau umur ayah pendek. Misal ayah gak ada kabar sampai hari Minggu, langsung aja ke sini sama aparat. Glydas tahu kok rumahnya," pesan PO kepada anaknya.
"Dih si Ayah suka bikin orang kepikiran atuh, ayah mah hayoh weh pergi teh malah gitu bikin orang kepikiran," balas SL kepada PO.
Pesan itu tak lagi mendapat balasan hingga waktu imsya’, waktu sahur hampir berakhir.
"Sahur," SL kembali mencoba mengirim pesan kepada ayahnya pada pukul 04.10 WIB.
Hari demi hari, PO tak bisa dihubungi. Rasa gelisah mulai mendesak keluarga SL. Terlebih pesan ayahnya yang ditinggalkan sebelum menghilang.
Di tengah pikiran yang berkecamuk, GE (kakak SL) teringat dirinya pernah diajak pergi oleh ayahnya ke Banjarnegara. Sekitar Juli 2022, ia bersama sang ayah naik bus dari Jawa Barat.
Sampai di Kabupaten Wonosobo, mereka bertemu seseorang bernama Slamet Tohari (45). Slamet lalu mengajak mereka mengunjungi rumahnya yang berada di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Sesampainya di rumah, PO diajak ke sebuah ruangan, sedangkan GE diminta untuk menunggu di luar. Di sanalah terjadi perundingan dan kesepakatan penggandaan uang antara Slamet dan PO.
"Akan digandakan menjadi Rp 5 Miliar," janji Slamet kepada PO.
Dengan uang mahar puluhan juta yang diberikan secara bertahap, Slamet meyakini PO akan menepati janjinya. Hari demi hari, uang yang dijanjikan tak kunjung datang. Sedangkan uang mahar senilai Rp 70 juta diserahkan PO kepada Slamet.
Kesabaran PO pun tak terbendung. PO memutuskan menemui Slamet di kediamannya. PO meninggalkan rumah dengan membawa kendaraan sendiri.
Pada 23 Maret 2023, PO Slamet berhasil ketemu Slamet di Banjarnegara. Sambil menyuguhkan minuman kepada PO, Slamet mengajaknya menuju tempat ritual penggandaan uang.
Entah apa yang terjadi. Tampaknya PO menyadari keanehan seusai meminum suguhan dari Slamet. Saat itulah PO menyadari sesuatu, ia sepertinya akan berakhir.
Meski begitu, PO sempat berjalan mengikuti ST menuju lokasi ritual. Ia tak pernah menyangka jika tempat ritual itu akan menjadi tempat terakhirnya hidup di dunia.
Dengan waktu yang tersisa, PO mengirim pesan terakhir kepada anaknya. Pesan singkat itu menjadi tanda perpisahan sekaligus terkuaknya kasus kejahatan ini.
Sabtu, 1 April 2023 petang, sebuah jenazah di liang tanpa nama ditemukan. Hanya berlapiskan mantel, jasad PO bersemayam pada kedalaman sekitar 1 meter.
Slamet, sang dukun abal-abal sendiri yang menuntun rombongan polisi menuju lokasi dikuburnya PO.
Ternyata, kebiadaban Slamet sudah direncanakan. Ia menaruh potas atau racun ikan ke dalam minuman PO. Bahkan, tempat ritual yang disebutnya adalah tempat PO dikubur.
Aksi kejahatannya ternyata dibantu oleh BS, warga Pekalongan. BS merupakan kaki tangan Slamet yang bertugas mencari target di sosial media.
"Jadi, BS ini mengatakan di Facebook kalau ST ini bisa menggandakan uang. Dan dia juga yang mempertemukan PO dengan ST," ungkap Kapolres Banjarnegara, AKBP Hendri Yulianto.
Pembunuhan berantai
Berawal dari aduan kehilangan, lalu ditemukan mayat yang ternyata korban pembunuhan Slamet. Hingga saat ini jumlah korban masih terus bertambah.
Hari ketiga sejak terungkapnya kasus series killer Mbah Slamet, Selasa, 4 Maret, Suara.com mendatangi lokasi pembunuhan di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara.
Desa Balun mendadak terkenal hingga ramai jadi perbincangan masyarakat. Bagaimana tidak, Desa di Pegunungan Utara Banjarnegara itu menjadi tempat kekejaman Mbah Slamet. Slamet juga tinggal di rumah itu.
Tak ada yang menyangka jika Desa yang memiliki lanskap alam nan indah itu menjadi kelam. Warga Desa Balun yang dikenal ramahpun tersentak dengan kabar kasus pembunuhan berantai tersebut.
Sebanyak sembilan jenazah korban dimakamkan secara massal di pemakaman Desa Balun. Petugas telah menyiapkan tiga liang kubur untuk enam jenazah laki-laki dan tiga jenazah perempuan.
Sembilan Jenazah tersebut dimakamkan secara massal, sebab sudah tidak utuh dan tidak teridentifikasi. Di antara kerumunan, tampak beberapa orang merupakan keluarga korban.
Salah seorangnya adalah Ahmad Hidayat, warga asal Palembang. Pria 33 tahun itu meyakini kalau kakaknya menjadi salah satu korban yang dikubur hari ini.
"Mulyadi, kakak saya," ungkapnya di lokasi pemakaman.
Hidayat ini menuturkan, ia bisa sampai di Desa itu berawal ketika dirinya mencari kakaknya yang hilang. Menurutnya sang Kakak pamit ke Banjarnegara untuk menemui mbah Slamet.
"Pamit dan sampai di sini dia mengirim shareloc, makanya saya bisa sampai sini," ucapnya.
Ia sempat menemui dan menanyakan langsung tentang keberadaan kakaknya kepada Slamet. Namun Slamet selalu menghindar dan sempat menjawab jika kakaknya sudah pulang.
"Sudah ketemu Pak Tohari, cuman Pak Tohari kabu-kabur terus," katanya.
Tak percaya dengan Slamet, Hidayat melaporkan kepada Polisi dan membawa pengacara. Namun, kakanya tak kunjung ditemukan.
"Jadi Oktober tahun 2021 itu hilang, terus bulan November saya membuat laporan. Ketemu di Polsek bawa pengacara tapi dia mengelak terus," tuturnya.
Sebelum dipamiti, ia dan keluarga sudah melarang kakaknya untuk pergi menemui Slamet. Namun, saat itu pikiran kakaknya sedang kalut.
"Sudah melarang dan sudah bilang ini tidak beres. Tapi dia tetep pergi. Waktu itu dia terlilit hutang," ungkapnya.
Banyak warga yang tak menyangka jika Slamet menjadi pelaku keji pembunuhan berantai yang sampai saat ini korbannya sudah ditemukan 12 orang.
Warga sekitar pemilik warung, Kularsih bercerita banyak tamu yang datang menanyakan rumah Mbah Slamet. Namun, dia tak sempat menanyakan keperluan tamu jauh yang mampir di warungnya.
"Banyak tamu dari luar kota hanya menanyakan rumah Mbah Slamet di mana, tidak menanyakan yang lain-lain. Sering pada mampir di warung buat makan minum," ujar dia.
Menurutnya, sosok Slamet tidak terkenal di Desa. Dia jarang berinteraksi dengan warga.
"Di sini tidak begitu terkenal, jadi saya kaget dan tidak menyangka. Malahan tidak pernah beli apa-apa di sini," kata dia.
Kabar kasus pembunuhan berantai Slamet membuat gempar warga Desa. Slamet selama ini hanya dikenal sebagai warga biasa pada umumnya.
Ia tidak mengetahui aktivitas sehari-hari Slamet. Hanya saja kerap bepergian keluar daerah. "Tidak tahu kesehariannya, tapi sering pergi," kata Sambudiono, warga Desa Balun.
Sebagian warga juga mengetahui Slamet sebagai 'orang pintar'. "Sudah lama, sejak 10 tahun dikenal orang pintar, termasuk bisa menggandakan uang. Kurang paham, tapi kalau kerjaannya suka pergi-pergi," ucapnya.
Hal senada juga diutarakan oleh Kepala Desa Balun, Mahbudiono. Kata dia, Slamet jarang ikut dalam kegiatan masyarakat. Namun kerap kedatangan tamu dari jauh di rumahnya.
Tak hanya itu, beberapa kali tamu jauh itu mencari keluarganya yang pamit ke rumah Slamet. Di antaranya ada dari Palembang dan Pekalongan.
"Dia jarang kelihatan dan usahanya tidak jelas apa. Ada orang dari Pekalongan menanyakan rumah mbah Slamet, katanya bisa menggandakan uang. Nah saya tahu dia bisa menggandakan uang dari orang Pekalongan itu," ungkapnya.
Korban Diracun
Setelah proses pemakaman sembilan jasad korban, tersangka Slamet dibawa oleh Polres Banjarnegara ke tempat kejadian perkara (TKP) untuk melakukan reka ulang. Saat di TKP, Slamet diminta memperagakan bagaimana dia menghabisi korbannya seorang diri.
Menurut pengakuannya, korban dari rumah diajak ke TKP di sebuah kebun dalam rangka ritual menggandakan uang, sehingga korban menurut. Setiba di kebun, korban diajak ngobrol lalu dikasih minum yang sudah diisi racun potasium dan obat penenang.
Saat menuju kebun, Slamet belum membuat lubang untuk mengubur korban. Slamet menunggu sampai korban meninggal barulah ia menggali lubang.
"Pada saat ke sini itu lubang belum ada. Ketika sudah mati baru menggali lubang," ucap Slamet.
Dia menambahkan, dirinya mengajak korban ke TKP sekitar pukul 16.00 sore dan menguburnya pada pukul 19.30 WIB malam.
"Setengah 8 malam (membunuh). Jadi berangkat dari rumah jam 4 sore, sampai sini masih terang jadi nggak curiga. Ritualnya cuma ngobrol terus udah agak malam disuruh minum," tutur Slamet.
Setelah meminum racun, korban tidak bisa meminta tolong. Hanya butuh waktu kurang lebih 5 menit, korban akan meninggal usai menenggak potasium.
Di tempat yang sama, Kapolres Banjarnegara, AKBP Hendri Yulianto mengatakan, petugas kembali menemukan dua jenazah suami-istri. Sehingga, saat ini jumlah korban sudah tercatat 12 orang.
"Ini sudah hari ketiga. Hari pertama ketemu satu, hari kedua ketemu sembilan, lalu hari ini ketemu dua," kata dia.
Saat penggalian, ditemukan dua sandal model laki-laki dan perempuan. Slamet pun menyebut kedua korban tersebut adalah pasangan suami istri, namun ia hanya mengenali suaminya.
"Katanya bernama Irsyad, terus satunya lagi katanya istrinya, tapi dia (ST) belum mengenal. Jadi seluruhnya ada 12 korban," ungkap Hendri.
Saat ini, pihaknya masih melakukan autopsi terhadap dua jenazah yang baru ditemukan. "Untuk hasilnya masih menunggu, nanti akan diinformasikan lebih lanjut," terangnya.
Ia juga belum bisa memastikan jumlah total korban pembunuhan ini. Sebab, masih ada kemungkinan penambahan korban lainnya.
"Tidak menutup kemungkinan akan ada temuan lagi. Nanti tunggu ada informasi selanjutnya," pungkasnya.
Kontributor: Citra Ningsih