Suara.com - Anas Urbaningrum dikabarkan akan keluar dari Lapas Sukamiskin Bandung pada 10 April 2023 mendatang. Ia adalah tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) atau Wisma Atlet di Hambalang 2010-2012.
Ia divonis 8 tahun penjara dan hak politiknya ikut dicabut. Anas juga tak diizinkan dipilih selama 5 tahun, terhitung sejak ia bebas dari penjara. Kabar pembebasan Anas beberapa hari ke depan tak luput dari pembahasan kasus korupsi besar Hambalang. Berikut kilas baliknya.
Kilas Balik Kasus Korupsi Hambalang
Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Dudung Puwadi dan M. El Idris dari PT Duta Graha Indah pada Mei 2009 berkumpul di Casablanca, Jakarta Selatan. Tujuannya untuk membahas proyek pembangunan Wisma Atlet di Hambalang, Sentul, Kabupaten Bogor.
Baca Juga: Pemecatan Endar dari Direktur Penyelidikan KPK Erat Kaitannya dengan Kepentingan Firli Bahuri
Beberapa bulan setelahnya, Anas menjadi Ketua Fraksi Demokrat DPR RI periode 2009-2014. Nazaruddin yang merupakan Bendahara Umum Demokrat diminta Anas berkoordinasi dengan Angelina Sondakh, yang kala itu adalah Koordinator Anggaran di Komisi Bidang Olah Raga DPR RI.
Nazaruddin juga diminta melakukan koordinasi dengan Ketua Komisi Olahraga, Mahyuddin. Lalu, keduanya bersama Angelina Sondakh menggelar rapat di kantor Menteri Pemuda dan Olahraga, yang kala itu diisi oleh Andi Mallarangeng.
Usai menerima hasil rapat, Anas meminta Nazaruddin agar mempertemukan Angelina Sondakh dengan Direktur Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manullang. Keduanya diharapkan bisa bekerja sama terkait proyek Hambalang.
Lalu, pada Februari 2010, sertifikat tanah di Hambalang mulai diproses. Anas meminta Nazaruddin untuk memanggil anggota Komisi Pemerintahan DPR, Ignatius Mulyono, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional, Joyo Winoto soal penerbitan sertifikat yang sempat bermasalah.
Anas pada April 2010 mengumumkan bahwa pemenang tender proyek Hambalang bukan PT Duta Graha Indah, melainkan PT Adhi Karya. Keputusan ini dipilih lantaran perusahaan itu tidak mampu membantu membiayai Kongres Partai Demokrat, senilai Rp100 miliar.
Baca Juga: Bakal Bebas dari Bui, Anas Urbaningrum Dinilai Akan Kesulitan untuk 'Reborn' di Panggung Politik
Beralih ke awal Agustus 2011, dugaan korupsi Rp2,5 triliun di proyek Hambalang mulai terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lalu, pada Februari 2012, Nazaruddin mengaku ada pembagian atas Rp100 miliar dari hasil tindak pidana itu.
Disebutnya, sebagian uang dipakai Anas dalam Kongres Partai Demokrat. Sisanya, dibagikan ke beberapa anggota DPR RI serta Menpora Andi Mallarangeng. Namun, pernyataan Nazar itu dibantah oleh Anas dengan kalimat “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas”.
KPK pada Juli 2012, menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Dedi Kusnidar sebagai tersangka. Sebab, ia menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat proyek. Di akhir tahun itu, Andi Mallarangeng juga bernasib sama karena menerima uang korupsi.
KPK juga mencekal adik Andi Mallarangeng, yakni Zulkarnaik Mallarangeng dan pejabat PT Adhi Karya, M. Arif Taufikurrahman. Sementara itu, pada 22 Februari 2013, Anas Urbaningrum juga menjadi tersangka karena menerima gratifikasi proyek itu berupa barang dan uang.
Anas Urbaningrum kemudian divonis 8 tahun kurungan penjara oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Namun, di tingkat banding, hukumannya dipangkas menjadi 7 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Merasa tidak puas, Anas mengajukan kasasi ke MA, namun hukumannya semakin diperberat menjadi 14 tahun penjara. Lalu, di tingkat peninjauan kembali (PK), MA memangkas vonis sebanyak 6 tahun, sehingga masa hukumannya balik ke 8 tahun penjara.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti