Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Anggota DPR RI Ary Egahni Ben Bahat sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Berikut lima fakta korupsi Bupati Kapuas yang perlu diketahui.
1. Modus Korupsi: Memotong Gaji Pegawai
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, dalam keterangan resminya Selasa (28/7/2023) menyebutkan Bupati Kapuas Ben Brahim melakukan korupsi dengan modus meminta, menerima, memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau kepada kas umum.
"Seolah-olah memiliki utang pada penyelenggara negara tersebut, padahal diketahui hal tersebut bukanlah utang," kata Ali.
2. Ben Brahim dan Ary Diduga Menerima Suap Senilai Rp8,7 miliar
Bukan hanya memotong gaji pegawai, pasangan politikus ini juga diduga menerima suap. Ben yang merupakan Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023 ini menerima suap dengan total sedikitnya Rp8,7 miliar yang berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sekaligus pihak swasta. Suap juga diterima Ary dalam bentuk memenuhi kebutuhan pribadi dan membeli barang-barang mewah.
![Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat (kiri) dan istrinya yang merupakan anggota DPR Fraksi NasDem Ary Egahni (kanan) masuk ke dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/3/2023). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/03/28/14683-bupati-kapuas-ben-brahim-s-bahat-dan-istrinya-ary-egahni.jpg)
3. Uang Suap Digunakan untuk Pencalonan Bupati
Pasangan suami istri itu memanfaatkan anggaran resmi SKPD Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah untuk kepentingan pribadinya, seperti mencalonkan bupati, mencalon anggota DPR RI hingga membayar dua lembagai survei nasional dengan total mencapai Rp8,7 miliar. Semuanya untuk kepentingan pemenangan politik keduanya.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan Ary Egahni juga ikut campur dalam proses pemilihan Bupati Kapuas yang memenangkan suaminya.
Baca Juga: Diduga Korupsi Dana Samisade, Kepala Desa Tonjong Bogor Diperiksa Polisi
"Antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah," kata Johanis.