Suara.com - Kasus dugaan penggelapan pajak kendaraan senilai Rp2,5 miliar yang terjadi di Polres Samosir, Sumatera Utara, berbuntut panjang.
Hingga kini sejumlah mantan anggota dan kapolres Samosir diperiksa Propam Polda Sumut terkait dugaan penggelapan pajak kendaraan yang dilakukan oleh Bripka Arfan Saragih (Bripka AS).
Sebelumnya diketahui, dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh Bripka Arfan dan empat pegawai honorer Bapenda UPT Samsat Pangururan Samosir disebut sudah berlangsung sejak 2018 hingga awal 2023.
Belakangan, Bripka Arfan Saragih ditemukan tewas di Dusun Simullop, Desa Siogung Ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir pada Senin (6/3/2023).
Baca Juga: Kapolres dan Sejumlah Mantan Kapolres Samosir Diperiksa Kasus Penggelapan Pajak
Ia diduga bunuh diri dengan menenggak racun jenis sianida. Lantas seperti apa modus Bripka Arfan Saragih dalam menggelapkan pajak? Berikut ulasannya.
Beri nota palsu ke masyarakat
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi menjelaskan, selama ini Bripka Saragih dan empat pegawai honorer Bapenda UPT Samsat Pangururan Samosir memberi kertas atau nota palsu kepada masyarakat.
Menurut dia, notes pajak merupakan kertas yang ada bersama dengan STNK atau Surat Ketetapan Pembayaran PKB, BBNKB, SWDKLLJ dan PNPB.
Dalam menjalankan aksinya, pelaku diduga mencetak sendiri notes tersebut, bukan resmi dari UPT Samsat pangururan, Samosir.
Baca Juga: Soroti Misteri Kematian Bripka AS, Hotman Paris: Apa Ini Mirip Kasus Sambo?
"Mereka juga memberikan notes pajak asli tetapi palsu. Artinya notes pajak yang diberikan kepada wajib pajak adalah bukan yang dikeluarkan secara resmi oleh kantor Samsat,"kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, pada awak media Selasa (28/3/2023).
Pura-pura melayani masyarakat
Bripka Arfan dan pegawai bapenda juga bersekongkol menggelapkan pajak dengan cara pura-pura melayani masyarakat.
Caranya, masyarakat yang membayar pajak seharusnya mendatangi loket satu persatu. Namun dengan modus ini, wajib pajak langsung diarahkan dari loket 1 langsung ke loket 5 untuk pembayaran.
Setelah membayar di loket 5 inlah masyarakat diberi Surat Ketetapan Pembayaran PKB, BBNKB, SWDKLLJ dan PNBP palsu oleh Bripka Arfan dan komplotannya.
Sementara uang yang dibayarkan masyarakat tidak disetorkan ke negara, melainkan masuk ke kantong pribadi. Masyarakat yang membayar pajak juga tidak mendapatkan stempel di STNKnya.
Menurut Kombes Hadi, setiap orang yang telah membayar pajak kendaraan bermotor, pada STNK bagian kanan bawah diberi stempel sesuai dengan sudah berapakali ia membayar pajak dalam kurun waktu lima tahun sebelum mengganti STNK.
Tidak hanya wajib pajak, menurut Kombes Hadi, Bripka Arfan dan komplotannya diduga juga menipu warga lain yang melakukan bea balik nama kendaraan II (BBNK II) dan mutase kendaraan.
Hingga kini, penyidik juga masih mencari tahu, dimana kertas atau notes pajak palsu tersebut dicetak oleh Bripka Arfan.
Kontributor : Damayanti Kahyangan