Bukan TNI atau Polisi, Kebebasan Sipil Justru 'Disumbat' Oleh Partai Politik, Kok Bisa?

Selasa, 28 Maret 2023 | 21:01 WIB
Bukan TNI atau Polisi, Kebebasan Sipil Justru 'Disumbat' Oleh Partai Politik, Kok Bisa?
Ilustrasi logo partai politik di Indonesia. [ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, Bivitri Susanti, punya pandangan berbeda mengenai terancamnya ruang kebebasan sipil dalam kehidupan masyarakat.

Bivitri menilai salah satu hal yang paling menentukan kebebasan sipil adalah peran serta partai politik. Sebab, Bivitri menyebut partai politik punya peran sentral dalam urusan pembentukan hukum di Indonesia.

"Kebebasan sipil itu kenapa jadi penting dalam partai politik, karena dalam soal kerangka hukum kalau bicara kebebasan sipil kan kita harus bicara aturan mainnya Undang-Undang sgala macam SKB dan lain-lain dan penegak hukumnya," kata Bivitri dalam diskusi yang digelar oleh Amensty International Indonesia di Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2023).

Oleh sebab itu, kebijakan umum di Tanah Air otomatis sangat berpatokan dengan kepentingan partai politik. Kader-kader partai politik mengisi sejumlah jabatan di pemerintahan.

Baca Juga: Menakar Taji Partai Politik Berbasis Islam di Pemilu 2024

"Itu yang memegang kontrol siapa? DPR dan pemerintah. Siapa penyumbang orang-orang ke DPR dan pemerintah? Partai politik," ujar Bivitri.

Alhasil, aturan-aturan yang disusun dan diterapkan justru berdasarkan kepentingan partai politik dan bukan masyarakat.

"Nah jadi pada akhirnya kerangka hukum itu akan dipengaruhi oleh aktor-aktor itu dan penyumbang semua aktor dalam hukum dan penegakan hukum di indonesia itu partai politik," sebut Bivitri.

Bivitri kemudian mencotohkan mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Ciptaker yang belakangan disahkan DPR, padahal di sisi lain mendapat kritik keras tentang pembentukannya.

Meski sudah berkali-kali ditolak, bahkan sejak masih berbentuk Undang-Undang lalu digugat di Mahkamah Konstitusi, aturan tersebut tetap saja disahkan. Tak lain tak bukan, aktor di belakangnya adalah DPR yang merupakan utusan partai politik.

Baca Juga: Basis Dukungan Partai Islam pada Pemilu 2024 Diperkirakan Tergerus Hingga di Bawah 20 Persen

"Masyarakat sipil ini kita semua human rights defender juga melakukan protes di jalan, kritik di media sosial itu juga semua karena reaksi kebijakan yang ngaco gitu," tutur Bivitri.

"Siapa penyumbang kebijakan ngaco dan penuh benturan kepentingan itu dan menguntungkan oligarki? Lagi-lagi partai politik karena merekalah yg mampu masuk kalau dalam kajian-kajian," sambungnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI