Suara.com - Partai Buruh menentang DPR RI yang bakal memanggil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada Rabu (29/3/2023) besok. Pemanggilan ini untuk klarifikasi terkait pernyataan Mahfud yang mengungkapkan transaksi janggal sebesar Rp349 triliun yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan lebih baik DPR menuntaskan perkara di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu), alih-alih mencecar Mahfud MD.
Said mengatakan pihaknya sudah menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Ditjen Pajak yang meminta melakukan audit forensik hingga mencopot Dirjen Pajak. Dalam audit forensik tersebut, lanjut dia, DPR bisa membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kenapa DPR-nya tidak membentuk Panja atau Pansus bersama BPK untuk melakukan audit forensik (Ditjen Pajak), malah mempersoalkan Bapak Mahfud?” kata Said Iqbal dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (28/3/2023).
Baca Juga: Saling Menantang, Panas Dingin DPR Vs Mahfud MD Soal Isu Transaksi Rp300 T di Kemenkeu
“Seharusnya panja atau pansus dibentuk tentang pajak, audit forensik baru Pak Mahfud dipangil sebagai saksi,” lanjut dia.
Lebih lanjut, Said menyatakan tidak memiliki kepentingan apapun terkait dukungannya terhadap Mahfud MD, selain apresiasi karena Mahfud telah mmbongkar dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Keuangan.
“Partai buruh bersama Bapak Mahfud MD dan ini tidak ada kaitan apa pun. Kami enggak pernah bicara dengan Mahfud MD,” ucap Said Iqbal.
“Cuma sikap Mahfud MD konsisten terhadap menyelamatkan uang negara menghancurkan korupsi dan menghanucrkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” lanjut dia.
Sebelumnya, Mahfud mengungkapkan bahwa dirinya menerima laporan hasil analisa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencapai Rp 349 triliun.
Dia menyebut uang itu berkenaan dengan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain.
Adapun bentuk-bentuk pencucian uang yang dimaksud ialah kepemilikan saham di sebuah perusahaan, membentuk perusahaan cangkang, penggunaan rekening atas nama orang lain, dan kepemilikan aset atas nama orang lain.
“Apabila nanti dari laporan pencucian uang ditemukan tindak pidana, makan akan ditindaklanjuti proses hukum oleh Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal,” ucap Mahfud pada Senin (20/3/2023) lalu.
Lebih lanjut, penyidikan ini rencananya juga akan melibatkan aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ditemukan bukti adanya tindak pidana.
Mahfud Bakal ke DPR
Menkopolhukam Mahfud MD bakal menjelaskan terkait isu dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan ke DPR RI pada Rabu (28/3/2023) besok.
Mahfud bahkan sempat menantang tiga anggota komisi yang beberapa kali bernada tegas soal masalah ini untuk hadir Mereka yang diminta hadir yakni anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani, serta anggota DPR dari Fraksi PDIP Arterial Dahlan untuk hadir.
Mahfud MD Dilaporkan ke Polisi
Sebelumnya Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani, dan Ketua PPATK Ivan Yustiavindana ke Bareskrim Polri.
Ketiganya dilaporkan atas dugaan tindak pidana membuka rahasia data transaksi mencurigakan Rp349 triliun sebagaimana dipersoalkan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, berharap laporan yang dilayangkannya akan ditolak Bareskrim Polri.
MAKI membuat laporan ini menurutnya dengan 'logika berpikir terbalik'.
"Karena apa? Karena kalau ditolak kan (artinya perbuatan Mahfud dkk) bukan tindak pidana. Mana ada orang lapor malah berharap ditolak. Ya karena ini logika terbalik," kata Boyamin di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2023).