Suara.com - Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan sekitar lima jutaan buruh bakal menggelar aksi mogok kerja nasional menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU dan Pemenaker Nomor 5 Tahun 2023.
Namun, ia menegaskan, adanya aksi tersebut perusahaan tidak boleh melakukan pelarangan terhadap buruh yang melakukan aksi.
"Tidak ada alasan pengusaha melarang. Kalau perusahaan melarang, kita akan tuntut penjara terhadap perusahaan itu," katanya dalam konferensi pers, Jumat (24/3/2023).
Said mengatakan, dirinya bukan tanpa sebab menyampaikan hal tersebut. Sebab, aksi mogok kerja nasional tersebut dilakukan berdasarkan dua dasar hukum atau aturan yakni Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 dan Undang-undang nomor 9 Tahun 1998 tentang Demonstrasi.
"Itu dua yang dipakai. Pertama menginstruksikan aksi, stop produksi dan menuju aksi, semua keluar dari pabrik," katanya.
"Jadi bukan mogok kerja, kalau mogok itu berunding. Ini nggak ada perundingan. Ini aksi, cuman diisntruksikan oleh serikat pekerja menggunakan dasar hukum tadi," sambungnya.
Lebih lanjut, Said menyampaikan, nantinya dalam aksi yang renacannya digelar pada periode Juli hingga Agustus 2023 tersebut buruh akan terbagi ada yang bertahan di depan pabrik-pabrik dan sebagian bergerak ke kantor-kantor pemerintahan.
"Misal yang ke Istana dan lain-lain adalah dari Jabodetabek sekitar 100 ribu datang ke tiga lokasi itu. sedangkan jutaan lainnya tetap di depan pabrik dan sebagian lain ke kantor-kantor daerah," tuturnya.
Adapuh output yang diharapkan dari adanya aksi mogok kerja nasional tersebut yakni untuk daerah buruh akan mendesak kepala daerah mengeluarkan rekomendasi ditunjukan ke presiden dan DPR RI agar segera mencabu UU Ciptaker dan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 terkait pemotongan upah.
Baca Juga: Jutaan Buruh Bakal Mogok Kerja Nasional Tolak UU Cipta Kerja
"Di tingkat nasional outputnya, meminta DPR mencabut Omnibus Law UU Ciptaker yang mereka sudah sahkan tanpa melibatkan buruh dan stakeholder lainnya, itulah keputusan yang sudah diambil," pungkasnya.