Biar Hasil Maksimal, DPR Tunda RDP Bahas Rp349 Triliun dengan Menkopolhukam Pekan Depan

Jum'at, 24 Maret 2023 | 14:30 WIB
Biar Hasil Maksimal, DPR Tunda RDP Bahas Rp349 Triliun dengan Menkopolhukam Pekan Depan
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. (Dok: DPR)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) batal menggelar rapat bersama dengan Menkopolhukam Mahfud MD pada Jumat (24/3/2023). Rapat dengar pendapat atau RDP itu dijadwalkan ulang pada Rabu (29/3/2023).

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan alasan rapat ditunda hingga pekan depan.

"Ya sebenarnya karena mengikuti mekanisme di DPR saja bahwa hari Jumat itu adalah hari untuk anggota dewan. Kalau Kamis (itu) fraksi, hari Jumat itu biasanya ke dapil sehingga nanti kalau kemudian dipaksakan hasilnya tidak maksimal sehingga kemudian dicari oleh komisi teknis mendapatkan tanggal 29," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (24/3/2023).

Dasco berharap penjadwalan yang sudah dibuat ulang itu dapar berjalan lancar.

Baca Juga: Geger Transaksi Rp 349 T: Arteria Ingatkan Mahfud-Sri Mulyani Ancaman Pidana 4 Tahun, PPATK Bakal Dipolisikan

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengatakan, pihaknya sedang mendalami berbagai informasi seputar dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait transaksi hingga Rp349 Triliun di lingkup tugas dan fungsi di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Didik mengatakan, Komisi III perlu melakukan konfirmasi dan validasi kepada Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, khususnya kepada Menkopolhukam, Kemenkeu dan juga PPATK.

Konfirmasi itu diperlukan mengingat informasi yang berkembang saat ini masih simpang siur.

"Harapan untuk menjadikan semuanya terang, Komisi III akan melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada tanggal 29 Maret 2023," kata Didik.

Wacanakan Bentuk Pansus

Baca Juga: Poin-poin Penting Paparan PPATK Soal TPPU 300 Triliun, Tak Berkaitan Unsur Politis

Komisi III DPR mewacanakan pembentukan panitia khusus atau pansus untuk membahas perihal transaksi Rp349 triliun. Transaksi itu telah diakui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J. Mahesa menjelaskan alasan pihaknya mencanangkan pansus. Ia menilai Kementerian Keuangan merupakan bendahara negara di mana berbagai sumber pendapatan diperoleh untuk kemuduan menjadi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Karena itu, ia ingin memastikan Kemenkeu bersih. Sebab apabila di internal Kemenkeu saja tidak beres, Desmond menilai semua terkait pemerintahan tidak dapat tercapai.

"Maka persoalan-persoalan ini harus kita pansuskan maka pertanggungjawaban tidak menguap seperti sekarang. Kalau sekarang menguap, kenapa menguap? Karena tidak ada tindakan apa-apa dari presiden, begitu," kata Desmond usai rapat kerja Komisi III dengan PPATK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Desmond berharap melalui pansus akan ada tindakan yang cukup bagi presiden untuk menjaga kepercayaan publik.

"Maka DPR harus melakukan Pansus maka rapat-rapat ke depan, apakah perlu pansus atau tidak? Kalau tidak jelas maka akan kita pansuskan," ujar Desmond.

Sebelumnya, Desmond turut menyinggung ihwal pembentukan pansus saat mencecar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di dalam rapat kerja.

"Maka rapat hari ini adalah poin penting untuk ketegasan Kepala PPATK, agar pansus ke depan tidak kaya gosokan maju mundur maju mundur. Makanya penegasan bahwa di sana dicurigai ada pencucian uang, itu yang paling penting," kata Desmond menanggapi jawaban Ivan soal transakai ratusan triliun terkait TPPU.

Penjelasan PPATK

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan transaksi mencurigakan terkait TPPU Rp300 triliun yang kini bertambah menjadi Rp349 triliun. Ivan menyebut, TPPU itu bukan terjadi di Kementerian Keuangan. Ivan secara spesifik memberikan penjelasan.

"Bukan di Kemenkeu. Tapi terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kemenkeu, sebagai penyidik tindak pidana asal. Itu kebanyakan, terkait dengan kasus impor ekspor, kasus perpajakan," kata Ivan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (21/3/2023).

Ivan menjelaskan mengapa total transaksi mencurigakan sangat besar. Ia lantas mencontohkan transaksi dalam satu kasus terkait ekspor impor yang bisa mencapai lebih dari 40 sampai 100 triliun.

"Itu bisa melibatkan, jadi ada 3 stream. LHA yang PPATK sampaikan itu ada LHA yang terkait dengan oknum itu pertama. Kedua, ada LHA yang terkait dengan oknum dan tusinya. Misalnya kita menemukan kasus ekspor impor, atau perpajakan, tapi kita ketemu oknumnya," kata Ivan.

Ketiga, Ivan melanjutkan, pihaknya tidak menemukan oknum terkait melainkan menemukan tindak pidana asalnya.

"Jadi tindak pidana asal misalnya, kepabeanan atau perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya. Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kemenkeu. Itu jauh berbeda. Jadi kalimat di Kemenkeu itu juga ada kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kemenkeu," kata Ivan.

Ivan berujar, yang menjadi laporannya terkait transaksi Rp349 triliun itu ke Kemenkeu, sama halnya dengan laporan PPATK ke KPK perihal kasus korupsi.

"Jadi itu sama halnya pada saat kami menyerahkan kasus korupsi ke KPK. Itu bukan tentang orang KPK. Tapi lebih kepada karena tindak pidana korupsi itu, penyidik tindak pidana pencucian uang dan pidana asalnya adalah KPK," katanya.

Ivan lantas meluruskan narasi yang kini berkembang di masyarakat. Di mana publik menganggap transaksi terkait TPPU yang berjumlah ratusan triliun itu ada di Kemenkeu.

"Nah oleh masyarakat, kesalahan kami juga, literasi publik kami kurang melakukan kampanye dan segala macam, kesalahannya adalah diterjemahkan itu terjadi di Kemenkeu. Tidak begitu," kata Ivan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI