Hal serupa juga dirasakan oleh ST (30) yang mengaku terdampak dari larangan penjualan pakaian bekas. Alasan pemerintah agar produk lokal lebih diminati masyarakat dibanding pakaian bekas impor membuat ST pasrah. Dia berharap pemerintah bisa memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk memilih produk yang ingin digunakan.
"Banyak yang menilai produk lokal itu mahal dan bahannya kurang bagus. Sebaiknya, masyarakat diberik kebebasan saja. Semoga dilegalkan saja thrifting ini supaya jalan terus,” kata ST.
Barang thrifting ini sebenarnya menjadi solusi bagi sejumlah masyarakat untuk mendapatkan pakaian layak pakai dengan harga murah. Seperti AN (27) yang mendatangi Pasar Senen untuk membeli dua kemeja dan satu celana panjang.
AN mengaku jeli dalam memilih pakaian bekas. Meski harganya jauh dari pakaian branded, tetapi berburu pakaian thrifting membuatnya senang saat mendapatkan pakaian berkualitas bagus dengan harga terjangkau.
"Kualitas barangnya memang harus pinter-pinter milih, tapi harganya jauh banget sama yang di mal,” ucap dia.
Untuk itu, AN menolak keras larangan pemerintah soal pakaian ipor bekas. Pasalnya, dia menyebut bukan hanya dirinya. tetapi teman-temannya juga menggemari pakaian thrift.
"Banyak peminatnya loh ini jadi jangan dilarang lah,” ujar AN.
Sebelumnya, Direntorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri bersama Polres Metro Jakarta Pusat menggerebek menggerebek gudang pakaian bekas impor Pasar Senen.
Pantauan Suara.com di Lantai 3 Blok III Pasar Senen, gudang utama pakaian bekas impor terlihat sepi dan gelap dengan garis polisi yang terpasang di depannya.
Baca Juga: Menakar Untung Rugi Larangan Pakaian Bekas dari Luar Negeri Alias Thrifting
Penggerebekan yang dilakukan pada Senin (20/3/2023) itu merupakan implementasi dari arahan Presiden Joko Widodo agar penjualan pakaian barang bekas impor secara bebas bisa ditertibkan.