Ogoh-ogoh di Bali: Sejarah, Tujuan dan Filosofi dalam Perayaan Nyepi

Rifan Aditya Suara.Com
Selasa, 21 Maret 2023 | 17:50 WIB
Ogoh-ogoh di Bali: Sejarah, Tujuan dan Filosofi dalam Perayaan Nyepi
Ilustrasi ogoh-ogoh di Bali - Umat Hindu mengarak ogoh-ogoh saat pawai menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di Denpasar, Bali, Rabu (2/3/2022). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pawai ogoh-ogoh di Bali menjadi salah satu daya tarik wisata yang selalu ditunggu setiap tahun. Lalu bagaimana sejarah ogoh-ogoh dan filosofinya? Yuk simak penjelasan di bawah ini yang dirangkum dari berbagai sumber.

Filosofi Ogoh-ogoh di Bali

Dalam agama Hindu, ada konsep yang bernama nyomya, yaitu sarana untuk mengubah hal negatif menjadi unsur positif dan ogoh-ogoh adalah bentuk nyomya dalam wujud nyata atau sekala.

Sementara nyomya niskala atau tak terlihat dalam rangka Nyepi, masyarakat umumnya melakukan upacara Tawur Kesanga. Jika ogoh-ogoh diarak pada sore menjelang malam, maka Tawur dilakukan pada siang hari.

Baca Juga: Memahami Makna Pawai Ogoh-ogoh pada Perayaan Hari Raya Nyepi

Sementara itu, ogoh-ogoh merupakan simbol dari Bhuta Kala atau hal-hal buruk yang kerap melekat dalam diri manusia, seperti nafsu, tamak, iri, dengki dan dendam. Tak heran jika ogoh-ogoh berwujud menyeramkan.

Sejak pandemi Covid -19 pawai Ogoh – ogoh, sebuah ritual umat Hindu di Lombok, NTB ditiadakan. [Foto : Istimewa]
Sejak pandemi Covid -19 pawai Ogoh – ogoh, sebuah ritual umat Hindu di Lombok, NTB ditiadakan. [Foto : Istimewa]

Sejarah Ogoh-ogoh di Bali

Ada banyak hal yang berkaitan dengan sejarah ogoh-ogoh seperti berasal dari kata ogah-ogah yang dalam bahasa Bali berarti diarak lalu digoyang-goyangkan atau pawai. 

Ada juga yang menyebut ogoh-ogoh merupakan perkembangan dari lelakut, yaitu nama orang-orangan sawah yang biasanya dipakai untuk mengusir burung.

Terlepas dari semua itu, sejarah ogoh-ogoh di Bali berawal pada tahun 1983, di mana pemeritah memutuskan Hari Raya Nyei sebagai libur nasional.

Baca Juga: Bertema Dampak Perang, Ogoh-ogoh Kali Citta Pralaya Gunakan Limbah Alami

Masyarakat kemudian mulai membuat perwujudan Bhuta Kala yang disebut dengan ogoh-ogoh. Mulanya, ogoh-ogoh tak berwujud seperti sekarang melainkan hanya berupa onggokan.

Tujuan Ogoh-ogoh di Bali

Salah satu bentuk Ogoh-ogoh di Bali (Foto: Ricardo)
Salah satu bentuk Ogoh-ogoh di Bali (Foto: Ricardo)

Sesungguhnya, ogoh-ogoh tidak berkaitan secara langsung dengan Hari Raya Nyepi. Tapi pawai ini kerap dilaksanakan rutin untuk memeriahkan upacara setiap tahunnya. 

Pawai ogoh-ogoh umumnya ditutup dengan membakar sosok Bhuta Kala dengan tujuan memusnahkan semua sisi buruk manusia. Di Bali, hal ini disebut dengan pralina.

Pralina sendiri adalah proses mengembalikan sesuatu kepada asalnya (melebur) dan hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti dibakar atau diperciki air suci (tirta).

Untuk ogoh-ogoh sendiri, sangat disarankan untuk melakukan pralina dengan cara dibakar sehingga wujudnya benar-benar hancur menjadi abu. Tak sembarangan, mempralina ogoh-ogoh juga harus dilakukan di kuburan.

Itulah serba serbi ogoh-ogoh di Bali yang dirangkum dari berbagai sumber. Semoga informasi ini bermanfaat.

Kontributor : Rima Suliastini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI