Suara.com - PDI Perjuangan atau PDIP dan perwakilan-perwakilan tokoh agama menyatakan Deklarasi Bersama untuk Kedamaian, Pemilu Berkualitas 2024 merupakan sebuah komitmen untuk memastikan budaya damai, rukun, dan solid, bebas dari politisasi agama.
Deklarasi tersebut dilakukan saat Simposium Nasional Umat Beragama di Jakarta, yang digelar di Sekolah Partai PDI Perjuangan (PDIP), Lenteng Agung, Jakarta pada Selasa (21/3/2023).
Deklarasi oleh Syafiq A Mughni, yang merupakan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri.
Turut mendampingi KH Syafiq saat pembacaan deklarasi, yakni Fatah S Massinai dari Ahlul Bait Indonesia, Rio Sidauruk dari sekretaris DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Hafizurrahman Danang PB dari Ahmadiyah dan Romo Hans Jeharut dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI).
Lalu, Pdt Gomar Gultom dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia dan Prof Dr KH Hamka Haq dari Baitul Muslimin Indonesia. Sedangkan, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dari Parisada Hindu Dharma Indonesia -PHDI) dan WS Budi Santoso Tanuwibowo dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia hadir secara virtual.
Adapun salah satu poin deklarasi yang dibacakan yakni bagaimana sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan bahwa Pancasila telah benar-benar menjadi ideologi yang telah memersatukan kesadaran sebagai satu bangsa, dalam sebuah negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Untuk menjaga tegaknya Negara Pancasila, maka kami peserta Simposium Nasioanl Umat Beragama, yang diselenggarakan pada tanggal 21 Maret 2023, menyepakati perlunya membangun kedamaian dalam kehidupan beragama guna lebih meningkatkan soliditas dan solidaritas berbangsa tanpa diskriminasi dan tanpa politisasi agama," kata Mughni, membacakan isi deklarasi.
Kemudian para tokoh agama menyadari bahwa diskriminasi dan politisasi agama, sangat bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila, dan pada gilirannya akan melahirkan disintegrasi bangsa.
Untuk itu, segala bentuk gagasan yang mengarah kepada politisasi agama, atau politik identitas diskriminatif atas nama agama, seharusnya kita hindari.
Baca Juga: Anies Baswedan Bilang Ada Menko Ingin Ubah Konstitusi, Hasto PDIP Beri Sindiran Balik
"Demi tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Acara Simposium Nasional, Irvansyah mengatakan, saat ini sudah memasuki tahun politik. Dan mencermati dinamika politik nasional yang mulai menghangat, harus menjadi perhatian semua kalangan.
Utamanya untuk memastikan bahwa perbedaan dalam pandangan dan sikap politik tidak menghalangi rasa persatuan sebagai bangsa dan persaudaraan sebagai umat manusia.
Namun, fakta yang tdak dipungkiri bahwa acapkali serangkaian momentum politik dijadikan oleh kelompok tertentu untuk mengusik perbedaan di kalangan masyarakat, utamanya dengan isu-isu keagamaan.
"Menggunakan politisasi agama untuk kepentingan politik yang menghalalkan segala cara meski imbasnya adalah perpecahan atau konflik yang mengatasnamakan agama," kata Irvansyah.
Untuk diketahui, simposium nasional ini digelar DPP PDIP melalui Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi). Acara itu didukung para tokoh agama yakni Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom.
Lalu, Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) Dra Siti Hartati Murdaya, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) WS Budi Santoso Tanuwibowo.
Kemudian, Tokoh Lintas Agama Prof Dr H Alwi Abdurrahman Shihab, Akademisi Prof Dr Hj Amany Burhanuddin Umar Lubis dan Ketua PP Bamusi Prof Hamka Haq.
Berikut Isi Lengkap Deklarasi:
Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, tanah air Indonesia menjadi rumah bagi sebuah bangsa besar dan majemuk, dengan populasi lebih dari seperempat milyar jiwa.
Wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke, di dalamnya terhimpun sekitar 17.000 pulau diatas hamparan laut lebih 3 juta km2, dengan keragaman penghuni tidak kurang dari 1.300 suku, ratusan agama dan atau kepercayaan, dengan sebanyak 715 bahasa serta budaya yang jumlahnya ratusan pula.
Tak ada kekuatan yang dapat menghimpun bangsa yang demikian raksasa kecuali atas kehendak Tuhan dan kesadaran bersama sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia.
Sejarah bangsa kita telah membuktikan bahwa Pancasila telah benar-benar menjadi ideologi yang telah memersatukan kesadaran kita sebagai satu bangsa, dalam sebuah Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk menjaga tegaknya Negara Pancasila, maka kami peserta Simposium Nasioanl Umat Beragama, yang diselenggarakan pada tanggal 21 Maret 2023, menyepakati perlunya membangun kedamaian dalam kehidupan beragama guna lebih meningkatkan soliditas dan solidaritas berbangsa tanpa diskriminasi dan tanpa politisasi agama.
Kami sadar bahwa diskriminasi dan politisasi agama, sangat bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila, dan pada gilirannya akan melahirkan disintegrasi bangsa.
Untuk itu, maka segala bentuk gagasan yang mengarah kepada politisasi agama, atau politik identitas diskriminatif atas nama agama, seharusnya kita hindari, demi tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.