Guru Honorer Kritik Ridwan Kamil Dibalas Pemecatan, Apa Layak?

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 18 Maret 2023 | 20:06 WIB
Guru Honorer Kritik Ridwan Kamil Dibalas Pemecatan, Apa Layak?
Kolase Ridwan Kamil dan Muhammad Sabil, guru yang dipecat karena memberikan kritik (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - M Sabil Fadilah, guru honorer, mendadak viral di media sosial beberapa hari terakhir karena dipecat dari sekolahnya.

Pemecatan itu disinyalir karena Sabil melontarkan kritik di kolom komentar akun Instagram Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil alias Kang Emil.

Pemecatan Sabil langsung menuai kritik. Pakar pendidikan menilai langkah ini berlebihan, serta menyerukan agar momentum ini dijadikan kalangan guru yang rentan dengan pemecatan bergabung dalam serikat.

M Sabil Fadilah menolak kembali mengajar di salah satu SMK swasta di Cirebon, Jawa Barat. Sebelumnya diberitakan pihak sekolah membatalkan keputusan untuk memecatnya sebagai guru honorer.

Baca Juga: Peluang di Pilpres Semakin Tipis, Ridwan Kamil Fokus Nyalon Jadi Gubernur Jawa Barat Lagi

"Saya sampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada sekolah yang menerima saya lagi, tapi untuk kembali mengajar di sana sepertinya tidak," kata Sabil.

Akun Instagram Sabil kini telah di-privat.

Sebelumnya pria 34 tahun diberhentikan dari jabatan guru honorer di sebuah SMK swasta di Cirebon setelah menulis ungkapan kritis di dalam kolom komentar Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Dalam salah satu unggahan di Instagram, Sabil menempelkan tangkapan layar yang menunjukkan komentarnya telah disematkan Ridwan Kamil.

Ia menjelaskan, "Semua yang terjadi berawal dari sini, ketika sebuah komentar warga 'disematkan' yang karena dinilai tidak sopan/pantas/etis/berakhlak, Timbullah pembully-an, pemecatan, viral, klarifikasi, spekulasi, dll.

Baca Juga: Kang Dedi Mulyadi Datangi Sekolah Sabil, Satpam Sekolah Ungkap Sabil Ramah dan Disenangi Siswa

"Semua itu agar si komentar kena efek jera, agar lebih sopan, agar lebih berakhlak, agar lebih bijak, agar lebih berhati-hati dalam bermedsos."

Komentar yang ia tulis sebelumnya mempertanyakan posisi Ridwan Kamil yang mengenakan jas kuning saat memberikan apresiasi kepada anak-anak SMPN 3 Kota Tasikmalaya melalui pertemuan Zoom. Warna kuning ini diidentikkan dengan Partai Golkar.

Sabil menulis komentar dalam Bahasa Sunda:

"Dalam Zoom ini, maneh teh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil???? (Dalam Zoom ini, kamu lagi jadi gubernur atau kader partai atau pribadi)"

Ridwan Kamil membalas:

"@sabilfadhillah ceuk maneh kumaha (menurut kamu bagaimana)?"

Seperti diketahui, baru dua bulan terakhir Ridwan Kamil bergabung menjadi kader Partai Golkar.

Ini menjadi langkah baru dalam karir politiknya karena mulai menjabat walikota Bandung hingga gubernur Jawa Barat, Kang Emil - sapaan Ridwan Kamil - memilih independen atau tidak menjadi bagian dari partai.

Politikus yang namanya masuk dalam radar lembaga survei untuk pilpres 2024 ini mengaku sudah menghubungi pihak sekolah.

"Karenanya setelah berita itu hadir, saya sudah mengontak sekolah/yayasan, agar yang bersangkutan untuk cukup dinasehati dan diingatkan saja, tidak perlu sampai diberhentikan," kata seperti ditulis dalam IG.

Selain itu ia juga menanggapi setiap kritikan dengan "saya selalu respon dengan santai dan biasa saja."

"Mungkin karena yang melakukan posting kasar adalah seorang guru, yang postingannya mungkin dilihat/ditiru oleh murid-muridnya, maka pihak sekolah/yayasan untuk menjaga nama baik insitusi memberikan tindakan tegas sesuai peraturan sekolah yang bersangkutan," tambah Kang Emil.

Sementara itu, pihak sekolah dalam keterangannya mengatakan pemecatan Guru Sabil bukan "tiba-tiba".

Cahya Riyadi, selaku Wakil Kepala Bidang Kurikulum dan SDM SMK Telkom Kota Cirebon mengeklaim Guru Sabil pernah mendapatkan surat peringatan dua kali: September dan Oktober 2021.

"Intinya masih seputar etika," kata Cahya Riyadi dalam akun IG SMK Telkom Kota Cirebon, Jumat (17/03).

BBC News Indonesia mengkonfirmasi hal ini kepada Sabil Fadilah melalui platform Instagram, namun belum mendapatkan respon.

Lebai

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Listyarti menilai langkah pemecatan terhadap Guru Sabil sebagai "berlebihan".

"Kalau memecat, menurut saya adalah tidaklah tepat," katanya kepada BBC News Indonesia.

Menurut Retno, kasus Guru Sabil lebih persoalan penggunaan kata "maneh" (kamu), yang dalam bahasa Sunda biasa digunakan dalam strata yang sederajat. Namun kata ini dianggap kasar atau tidak sopan ketika digunakan pada mereka yang lebih tinggi drajat sosial atau jabatannya.

"Menurut mereka, kata kasar itu tidak digunakan untuk pejabat kali ya… Penggunaan kata yang dianggap oleh publik sebagai kasar, maka itu kan soal etika," tambah Retno.

Tak prosedural

Sabil Fadilah adalah guru honorer yang diangkat oleh yayasan. Menurut Undang Undang Guru dan Dosen, ia bisa dikenakan sanksi jika melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sama.

Berdasarkan kebijakan ini, sanksi yang diberikan pun cenderung berjenjang mulai dari teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak guru, penurunan pangkat hingga pemecatan hormat dan tidak hormat.

Namun, di dalam aturan ini juga dijelaskan bahwa setiap guru yang dikenai sanksi memiliki hak untuk membela diri.

"Apakah sudah proses pemeriksaan dengan memberi ruang pembelaan diri pada terduga guru yang diduga melakukan itu?" Retno bertanya-tanya.

Idealnya, kata dia, yayasan atau manajemen sekolah tidak bisa sepihak melakukan pemberhentian guru karena perlu melalui mekanisme persidangan etik.

Guru honorer rentan dipecat

Persoalan yang dihadapi Sabil Fadilan adalah gambaran umum kerentanan guru non-PNS menghadapi pemecatan atau tidak terpenuhi hak-haknya, kata Retno.

Oleh karena itu, kasus Guru Sabil bisa menjadi momentum untuk mengingatkan kembali agar guru berserikat dalam organisasi profesi.

"Kalau guru-guru ini tidak bernaung di dalam organisasi guru, nanti siapa yang bela dia dengan situasi seperti itu," tambah Retno yang pernah menjadi anggota KPAI.

Dalam UU Guru dan Dosen juga disebutkan organisasi profesi guru berkewajiban menetapkan dan menegakkan kode etik, memberi bantuan hukum, perlindungan, pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional.

"Peristiwa ini momentum, supaya orang sadar. Banyak guru tidak paham aturan, bahkan nggak mengerti hak-haknya," jelas Retno.

Retno adalah kepala SMA Negeri 3 yang pernah berseteru dengan gubernur DKI Jakarta pada 2015, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dinas DKI Jakarta saat itu mencopot jabatannya terkait polemik wawancaranya dengan stasiun televisi saat Ujian Nasional berlangsung.

Pada 2016, Retno kemudian memenangkan gugatan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung yang membatalkan keputusan pencopotan jabatannya sebagai Kepala SMA Negeri 3.

Satu dekade sebelumnya, Retno juga pernah mendapat somasi pencemaran nama baik dari politikus senior Akbar Tandjung terkait dengan buku teks pelajaran yang memuat namanya dalam kasus Bulogate. Saat itu, ia memperoleh advokasi dari kelompok guru, mahasiswa dan masyarakat sipil. Kasus ini berakhir damai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI