Suara.com - Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memperlihatkan gambaran lahan di sekitar Integrated Terminal Jakarta atau Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara dari tahun ke tahun. Dari gambaran tersebut diketahui lahan di sekitar depo dari sebelumnya kosong, kini menjadi pemukiman padat penduduk.
Hal itu disampaikan Nicke dalam paparannya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR pasca kebakaran Depo Plumpang.
"Jadi kami menyebutnya adalah Integrated Terminal Jakarta. Ini adalah historical-nya. Jadi kalau ada beberapa pertanyaan ini kenapa Pertamina kok membangun obvitnas yang high risk berada di tengah kepadatan penduduk," ujar Nicke dalam paparannya, Kamis (16/3/2023).
Berdasarkan slide yang dipaparkan, Nicke memperlihatkan perkembangan lahan di sekitar Depo Plumpang. Mulai dari tahun 1972, 1975, 1978, 1987, hingga 2023.
Baca Juga: Bertambah, Korban Tewas Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Jadi 21 Orang
"Dari foto ini kita bisa melihat bahwa sejak kita lakukan pembebasan lahan di situ tahun '71 kemudian kita bangun dan mulai beroperasi di tahun '74, terminal ini kondisinya dari beberapa tahun ke belakang kita bisa lihat bahwa sebelumnya memang suatu hamparan tanah seluas 153 hektare, yang di kotak kuning itu adalah area terminal dengan luas sekitar 72 hektare dan sisanya ada lahan kosong di sekitarnya sekitar 82 hektare," tutur Nicke.
Tetapi seiring berjalannya waktu, lahan di sekitar Depo Plumpang kini ditempati warga hingga menjadi pemukimam padat penduduk.
"Berjalannya waktu kalau kita lihat '87 mulai kelihatan ada di ujung sana ada beberapa penghuni yang datang dan kalau kita lihat kondisi hari ini 2023 sudah sangat padat. Di mana di pagar pembatas sendiri di situ sudah nempel penghuni warga," kata Nicke.
Dalam paparan di slide berikutnya, Nicke menjelaslan awal mula lahan di Depo Plumpang.
"Jadi secara kronologis dari kepemilikan atas lahan ini sendiri ini dilakukan pembelian di tahun 1971 dari PT Mastraco seluas 153 hektare. Dan tahun '76 kementerian, menteri dalam negeri ini mengeluarkan penetapan tentang area tersebut adalah diperuntukan untuk pembangunam instalasi minyak," kata Nicke.
Nicke berujar seiring berjalannya waktu, per hari ini Pertamina telah membangun sebagai terminal seluas sekitar 72 hektare.
Sedangkan, lanjut Nicke sisanya 81,6 atau sekitar 82 hektare sudah dihuni oleh warga yang sudah padat.
"Nah tahun 2017 sebetulnya kami sudah melakukan inventarisasi terhadap 81,6 hektare ini yang dilakukan oleh PT Survei Indonesia. Jadi kalau kita lihat itu kita sebut yang A itu adalah lahan yang ada fasilitas Pertamina sudah dibangun yang di A besar itu adalah terminal BBM Plumpang, yang A kecil di ujung sana itu adalah Elnusa di mana di situ juga ada beberapa tangki," tutur Nicke.
"B, C, dan D 2017 kami lalukan inventarisir itu ada warga sekitar 34.707 orang dengan jumlah KK itu 9.234 KK. Jadi hari ini tentu itu sudah lebih banyak lagi yang tinggal di situ. Jadi masing-masing A yang sekarang terminal BBM adalah 71,9 hektare kemudian yang B itu lapisan pertama itu 11 hektare kemudian C 12,5 hektare. Nah yang besar ini adalah 57,9 hektare ini lah tanah merah yang sering disebut, yang di sini adalah Tanah Merah bawah, yang merah inilah Tanah Merah ada sekitar 58 hektare," tandas Nicke.