Suara.com - Menanggapi kontroversi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang mengupayakan melakukan pengadaan kereta bekas dengan cara melakukan impor dari Jepang. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengeluhkan pemerintah yang malas memperkirakan jumlah kebutuhan rangkaian kereta api nasional.
Selain itu, sistem perencanaan pemerintah terkait pengelolaan dan pengembangan perkeretaapian juga dianggap kacau. Lantaran, pemerintah lebih suka mengandalkan impor untuk pengadaan kereta. Mulyanto memberikan kritik kebijakan impor kereta bekas.
"Harusnya ada perencanaan yang matang berupa roadmap kebutuhan kapasitas KRL dan kemampuan pengadaannya secara domestik. Sehingga match antara kebutuhan PT KCI dengan kemampuan produksi PT INKA,” tegas Mulyanto seperti dikutip Warta Ekonomi-jaringan Suara.com.
Terkait wacana impor kereta bekas dari Jepang, Mulyanto kemudian menyenggol Menteri BUMN yang seharusnya bisa menggandalkan PT INKA untuk memasok kereta, bukan dengan impor kereta listrik, apalagi kereta listrik bekas.
Baca Juga: Simalakama Impor Kereta Bekas KCI: Impor Salah, Tak Impor Penumpang Terlantar
"Menteri BUMN jangan import minded. Sayang kalau devisa kita terkuras terus dan kapabilitas industri dalam negeri tidak dioptimalkan," ujarnya.
Mulyanto juga sangat menyayangkan rencana impor ini dan mempertanyakan bagaimana industri dalam negeri maju kalau masih menggunakan sistem impor barang.
Ia menegaskan bahwa pemerintah lebih fokus menggunakan dana APBN untuk mensubsidi kendaraan pribadi seperti mobil listrik.
"Perhatian pemerintah pada peningkatanan kualitas layanan transportasi publik masih lemah. Ini bisa kita lihat dari postur APBN kita yang lebih banyak digunakan untuk mensubsidi pemilik kendaraan pribadi daripada untuk memperbaiki jumlah dan kualitas layanan transportasi publik," katanya.
Mulyanto juga menegaskan, pemerintah kurang memberikan perhatian mengenai peningkatan kualitas layanan transportasi umum, dan apakah pantas alat transportasi umum tersebut dipergunakan untuk masyarakat, jika kondisi transportasi umum yang tidak sesuai dengan standar.
Baca Juga: Ketar-ketir Penumpang, Puluhan Kereta Tua Masuk Kandang
Hal menjadi menjadi beban tugas bagi pemerintah daerah dan swasta, yang mana seharusnya juga menjadi tugas pemerintahan.
"Coba bandingkan perhatian pemerintah terhadap infrastruktur KRL dengan subsidi mobil listrik atau kereta cepat Jakarta-Bandung. Harusnya kan pemerintah lebih memperhatikan kualitas layanan transportasi publik, ketimbang subsidi untuk pembelian mobil listrik pribadi bagi orang yang mampu," ujar Mulyanto.
Kontributor : Latifah Melyani