Suara.com - Banyak skenario dirancang untuk membereskan masalah di sekitar Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara setelah kebakaran pada Jumat (3/3/2023) yang menewaskan belasan penduduk sekitar.
Dua skenario paling menonjol adalah memindahkan depo ke lokasi lain, atau sebaliknya merelokasi warga yang tinggal di sekitar objek vital tersebut. Namun, mana yang lebih baik masih menuai perbedaan pendapat.
Pada awalnya, wacana pemindahan Depo Pertamina ini disambut positif oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Wapres yang mendapat perintah langsung dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Depo Pertamina Plumpang dipindahkan. Disampaikan olej Wapres Ma'ruf Amin, rencananya depo tersebut akan dipindahkan ke Kompleks Pelabuhan Pelindo.
"Saya berharap supaya Depo (Pertamina Plumpang) ini lebih aman itu bisa direlokasi di pelabuhan di daerah Pelindo," kata Ma'aruf kepada awak media, Sabtu (4/3/2023).
Bukan itu saja, akibat dampak luar biasa dari kejadin mematikan tersebut, Wapres menginstruksikan agar wilayah permukiman di sekitar Depo Pertamina Plumpang ditata ulang kembali.
Penataan ulang lokasi hunian, kata Wapres, sangat diperlukan untuk memenuhi syarat kawasan yang dekat dengan objek vital nasional.
"Kemudian daerah ini akan ditata ulang supaya lebih teratur lebih baik dan aman dan memenuhi persyaratan sebagai suatu daerah yang berada di wilayah ibu kota," ujarnya.
Pernyataan Wapres ini didukung oleh Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Pemindahan Depo ke kawasan Tanjung Priok akan memakan proses yang lebih sederhana dibandingkan memindahkan sebegitu banyak permukiman penduduk. Terlebih, penyebab kebakaran adalah sistem pertamina yang buruk.
Di samping itu, ada manfaat lain jika depo dipindah, antara lain ketersediaan air yang melimpah dan mudah diakses serta penyaluran BBM lebih efektif karena dekat dengan pangkalan kapal tanker.
Baca Juga: Kebakaran Telan Banyak Korban, Erick Thohir Tentukan Nasib Depo Pertamina Plumpang Sore Ini
Namun, ada juga yang kontra terhadap keputusan Ma’ruf Amin. Pakar Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga. Seperti dimuat BBC, Nirwono mengatakan seharusnya pemerintah benar-benar mewujudkan rencana penataan dengan menetapkan zona penyangga selebar 500 meter di sekitar depo.
Rencana ini awalnya mengemuka pada 2009 saat Depo Plumpang terbakar hingga menewaskan seorang korban. Dengan demikian, warga seharusnya direlokasi keluar dari zona penyangga tersebut.
Jika menilik sejarahnya, pembangunan Depo Pertamina Plumpang memang memancing kedatangan warga sebagai “pekerja” seperti membuka warung makan atau menyewakan petak rumah. Terlebih lafi, saat itu, di sekitar depo memang masih banyak lahan yang berkembang menjadi permukiman ilegal dan legal.
Namun demikian, pemindahan depo Pertamina dikhawatirkan justru memperlihatkan preseden buruk terhadap BUMN. Pasalnya, belakangan diketahui bahwa lahan tersebut sejak awal adalah milik Pertamina.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni