Sejatinya, sengketa kepemilikan Hotel Sultan telah ada semenjak era Presiden RI Pertama. Bahkan jika kita tarik benang merah, tanah Senayan adalah milik rakyat Betawi asli yang kemudian menjadi kawasan elit yang dibangun berbagai bangunan dan fasilitas umum.
Soekarno pada saat masa kepresidenannya melakukan pembebasan lahan untuk membangun berbagai fasilitas olahraga guna menyelenggarakan pesta olahraga Asia atau Asian Games IV tahun 1962.
Nahas, kala itu pemerintah tidak sempat membuat sertifikat.
Beberapa tahun setelahnya, Pemerintah DKI Jakarta memberikan tugas ke PT Indobuilco mengelola tanah tersebut untuk kepentingan pariwisata. Publik memiliki kecurigaan bahwa keluarga Sutowo memiliki kedekatan dengan keluarga Cendana sehingga proses pemberian kepemilikan perjalan dengan mulus.
Akhirnya melalui Surat Keputusan Mendagri, diberikan HGB ke perusahaan tersebut hingga akhirnya kerap mengalami perpanjangan.
Sayangnya, perpanjangan HGB tersebut dinilai merugikan negara sampai Rp 1,93 triliun hingga lembaga antirasuah melakukan penyidikan dugaan korupsi sejak sejak 27 Oktober 2005.
Tak cukup di situ, PT Indobuilco sempat memenangkan gugatan terhadap BPN, Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno, Kejaksaan Agung, Kanwil BPN DKI Jakarta, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat pada 2006.
Kemenangan PT Indobuilco tak membuat pemerintah patah semangat untuk melakukan banding, meski telah ditolak beberapa kali oleh pengadilan.
Kontributor : Armand Ilham
Baca Juga: Kilas Balik Sejarah Hotel Sultan yang Kini Berhasil Resmi Jadi Milik Negara