Suara.com - Lembaga swadaya masyarakat (LSM), Aksi Ekologi Emansipasi Rakyat (AEER) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat (Jabar), serta Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah, mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turun tangan mengatasi pencemaran limbah industri nikel di laut Morowali dan Halamahera.
Koordinator AEER, Pius Ginting, menjelaskan potensi dibukanya industri nikel di berbagai daerah bukan tanpa risiko. Sebaliknya, industri tersebut justru menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.
"Hasil penelitian AEER menunjukkan limbah industri yang dihasilkan mencemari perairan sekitar, baik itu sungai maupun laut. Mengontaminasi air yang tadinya dipakai warga untuk kegiatan sehari-hari," kata Pius dalam keterangannya, Jumat (3/3/2023).
Pisu mengatakan tak cuma masalah lingkungan yang menghantui warga sekitar industri nikel, dampak kesehatan juga menjadi permasalahan yang sewaktu-waktu bisa menjangkiti masyarakat.
Baca Juga: Jokowi Waspada Tiongkok Gugat Indonesia ke WTO Pasca Larangan Ekspor Bauksit
"Salah satu senyawa berbahaya yang terkandung dalam limbah industri nikel, Kromium Heksavalen, dapat menyebabkan iritasi dan radang pada hidung dan saluran pernapasan atas, iritasi kulit, luka bakar pada kulit," ujar dia.
Sementara Direktur Jatam Sulawesi Tengah, Moh Taufik dalam hal ini mendorong agar KLHK turun tangan mengatasi persoalan kompleks industri nikel. Sejauh ini, kata dia, dampak pengolahan nikel belum jadi perhatian bagi pemerintah.
“Dampak kualitas air laut dari industri pengolahan nikel secara spesifik belum masuk ke program pemantauan KLHK. Padahal, potensi pencemaran ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan seharusnya sudah terdeteksi oleh sistem yang dimiliki oleh pemerintah," terang Taufik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Jabar Meiki Paendong meminta pihak KLHK turun langsung ke lapangan melihat bagaimana dampak industri nikel bagi kehidupan masyarakat.
"Yang diperlukan saat ini adalah program pemantauan langsung oleh KLHK," tutur Meiki.
Baca Juga: Uni Eropa Gugat RI karena Kebijakan Hilirisasi, Jokowi: Kita Sewa Lawyer yang Baik Tapi Kalah