Suara.com - Wacana perubahan BPJS Kesehatan dalam RUU Cipta Kerja Kesehatan menuai berbagai tanggapan dari masyarakat luas. Ada yang menyatakan bahwa perubahan yang terjadi mengkhawatirkan, ada pula yang merasa beberapa hal justru memudahkan kondisi para peserta BPJS.
Tapi sebenarnya apa saja yang berubah dan disoroti masyarakat secara umum ini?
Beberapa perubahan yang dinilai cukup meresahkan, disampaikan oleh Ketua Umum Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) Saepul Tavip, dalam siaran persnya pada 27 Januari 2023 lalu.
Perubahan yang Terjadi dalam Draft RUU Cipta Kerja Kesehatan
Baca Juga: Demo Perppu Cipta Kerja di Gedung DPR di Provokasi Massa Berpakaian Hitam
Pasal 7 Ayat 2 menyatakan BPJS bertanggung jawab pada presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk BPJS Kesehatan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan.
Di pasal 13 Huruf A, BPJS berkewajiban melaksanakan penugasan dari kementerian, yaitu penugasan dari Kementerian Kesehatan oleh BPJS Kesehatan dan penugasan dari Kementerian Ketenagakerjaan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal di UU BPJS, jelas bahwa direksi dan dewan pengawas BPJS bertanggung jawab langsung pada presiden. Direksi atau dewan pengawas tidak terkait dengan melaksanakan penugasan dari menteri.
Di Pasal 13 Huruf I, disebutkan bahwa proses pelaporan pelaksanaan setiap program termasuk kondisi keuangan dilakukan secara berkala 6 bulan sekali pada presiden melalui Menteri Kesehatan atau Menteri Ketenagakerjaan, dengan tembusan pada DJSN.
Dalam UU BPJS, BPJS berkewajiban melaporkan secara berkala 6 bulan sekali langsung kepada presiden tanpa melalui menteri, dengan tembusan pada DJSN.
Baca Juga: Ini 10 Tuntutan Ribuan Massa Buruh Tani Mahasiswa di Gedung DPR RI
Terkait dengan perubahan di dewan pengawas juga disebutkan. Di Pasal 21 Ayat 3 dinyatakan komposisi Dewan Pengawas BPJS Kesehatan menjadi 2 orang dari Kemenkes, 2 orang dari Kemenkeu, 1 orang dari unsur pekerja, 1 orang unsur pemberi kerja, dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.
Perubahan dilakukan terhadap apa yang sudah diatur dalam UU BPJS, yang menyebutkan anggota dewas adalah 2 orang dari unsur pemerintahan, 2 orang dari unsur pemberi kerja, 2 orang unsur pekerja, dan 1 orang tokoh masyarakat.
Sisi Positif yang Muncul
Tidak hanya beberapa poin di atas yang dianggap meresahkan dan kurang menguntungkan, ada pula beberapa hal yang dianggap sebagai sisi positif. Misalnya saja, terkait dengan perubahan di bagian pendaftaran peserta.
Merujuk pada draft omnibus law kesehatan, ketentuan Pasal 15 Ayat 2 mengalami perubahan, yaitu apabila pemberi kerja tidak melakukan pendaftaran, maka pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta atas tanggungan pemberi kerja alias perusahaan.
Kontributor : I Made Rendika Ardian