Suara.com - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka ikut berkomentar mengenai kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy terhadap anak pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor, David di Jakarta Selatan (Jaksel).
Rieke dalam tesisnya yang berjudul 'Banalitas Kejahatan "Aku" yang Tak Mengenal "Diriku" telaah Hannah Arendt perihal Kekerasan Oleh Negara' menjelaskan bahwa kekerasan bisa hadir dari ketidakmampuan seseorang untuk berpikir kritis.
Dalam kasus penganiayaan terhadap David, Rieke menilai kekerasan ekstrem bisa saja dilakukan oleh kelompok anak-anak.
"Sekarang, pelakunya bukan orang dewasa lagi. Pelakunya bisa sesama anak kecil melakukan kekerasan ekstrem," kata Rieke kepada Suara.com, Kamis (2/3/2023).
![Ilustrasi Mario Dandy Satriyo. [Suara.com/Iqbal]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/03/01/81085-ilustrasi-mario-dandy-satriyo.jpg)
Menurut Rieke, ada dikotomi yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat belakangan ini. Rieke, secara pribadi juga mengaku sedih atas perkara yang terjadi kepada David ini.
"Kita seperti di satu sisi bangsa ini selalu gembar-gembor soal spiritualitas, soal agama, tapi itu di sisi lain seperti ada sesuatu dikotomi. Saya sangat sedih sekali," ujar Rieke.
Dijerat Pasal Pemberatan
Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya menyatakan, lebih sepakat dan mendukung pihak kepolisian untuk menerapkan Pasal 354 KUHP dan Pasal 355 KUHP terhadap tersangka Mario.
Dua pasal yang disebutkan Mahfud tersebut memiliki ancaman hukuman lebih berat dibanding Pasal 351 KUHP yang diterapkan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
Mahfud mengatakan, pihak kepolisian mesti menerapkan pasal yang lebih tegas dalam menyikapi kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario terhadap David. Sebab penganiayaan tersebut dilakukan secara brutal dan tak manusiawi.