Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengklarifikasi eks pejabat Dirjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo, Rabu (1/3/2023) terkait kekayaan jumbonya yang mencapai Rp 56 miliar. Ternyata ada beberapa aset yang memang tak ia laporkan di LHKPN.
Tak hanya itu, KPK juga menyatakan sudah mengumpulkan nama-nama diduga pegawai pajak yang memiliki harta besar dan memiliki kendaraan motor gede alias moge. Bahkan KPK menduga ada "geng" pegawai pajak yang suka memamerkan harta dan bergaya hidup mewah.
"Kami pastikan sesudah yang bersangkutan (Rafael) pasti ada lagi orang-orang lain, yang kami denger juga ada gengnya," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan yang dikutip, Kamis (2/3/2023).
Namun, dia mengaku, KPK akan merasa kesulitan dalam penelusuran harta kekayaan. Pasalnya, Pahala menyebut, pegawai Kemenkeu pintar dalam menyembunyikan harta kekayaannya.
Baca Juga: Simpang Siur Pemilik Rubicon yang Dipakai Mario Dandy: Kakak Rafael atau Warga di Gang Mampang?
"Bukan sederhana dalam arti, ini kan orang keuangan, tahu banget gimana cara ke sana-ke mari. Jadi kami ingin polanya dulu dapat, nanti baru ke yang lain," kata dia.
Momentum Telisik Lembaga 'Basah'
Anggota Komisi XI dari PDIP, Hendrawan Supratikno angkat bicara terkait hebohnya kekayaan Rafael Alun dan upaya KPK mengendus kekayaan pejabat yang terindikasi di luar kewajaran.
"Korupsi atau penyimpangan hanya bisa terlembagakan menjadi pola atau 'aturan main', bila dilakukan bersama-sama, atau kerja sama sejumlah mata rantai dalam proses pelayanan kepada wajib pajak. Jadi geng di sini maksudnya oknum-oknum yang bekerja sama tersebut," kata Hendrawan Supratikno kepada wartawan, dikutip Rabu (1/3/2023).
Terkait 'geng' Rafael yang kini berpeluang dibidik KPK, Hendrawan mengungkit istilah lembaga 'basah' yang lumrah dengan permainan tak jujur. Hal itu menurut Hendrawan menyangkut integritas lembaga di mata publik.
Baca Juga: KPK Endus Adanya Geng Pegawai Pajak yang Suka Pamer Harta
"Di lembaga-lembaga yang dipersepsi 'basah' (lucrative), masalah kongkalikong, memang sering terjadi. Itu sebabnya fungsi kontrol internal dengan parameter terukur harus secara ketat diberlakukan. Ini menentukan integritas dan akuntabilitas lembaga," tuturnya.
Hendrawan juga berharap KPK bekerja sesuai kewenangannya. Sehingga, jangan sampai karena dugaan harta tak bersih pegawai Kemenkeu malah merusak lembaga.
"Harapan kita, KPK bersifat profesional dan proporsional. Jangan sampai ulah oknum 'merusak susu se belanga'," katanya.