Suara.com - Siswa SMA dan SMK di NTT menghadapi kebijakan baru masuk sekolah pukul 05.00 pagi Wita. Kebijakan itu disampaikan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat lewat video yang viral di media sosial.
Para siswa SMA dan SMK itu diminta agar membiasakan diri bangun pukul 04.00 Wita demi masuk sekolah jam 5 pagi. Namun kebijakan itu kemudian menuai polemik. Simak penjelasan berikut ini.
Kebijakan Masuk Jam 5 Pagi
Aturan masuk sekolah jam 5 pagi itu mulai diterapkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kota Kupang. Video Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat yang minta pihak SMA dan SMK di Kota Kupang memulai jam pelajaran pada pukul 05.00 Wita viral di media sosial dan grup WhatsApp.
Baca Juga: Ramai Siswa SMA di NTT Wajib Masuk Sekolah Jam 5 Pagi, Ini Lho Jam Ideal Masuk Sekolah
Dalam video berdurasi 1 menit 43 detik itu tampak Viktor didampingi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi meminta para siswa agar membiasakan diri bangun pukul 04.00 Wita. Viktor mengatakan para murid dapat tidur pukul 22.00 Wita kemudian bangun pagi pukul 04.00 Wita. Kemudian mandi selama setengah jam lalu berangkat ke sekolah untuk mulai pelajaran pukul 05.00 Wita.
Dalih Bangun Etos Kerja
Menurut Viktor, kebijakan itu adalah untuk membangun etos kerja. "Perubahan itu memang sakit, tapi harus dimulai sehingga tidak ada yang persoalkan rombongan belajar terbatas," kata Viktor.
Dalam video viral itu Viktor sempat bertanya pada kepala sekolah untuk mengubah jam pelajaran dimulai pukul 05.00 Wita.
"Di kota kita ubah sekolah mulai jam 05.00 pagi, setuju tidak kepala sekolah," tanya sang gubernur yang langsung mendapat persetujuan.
Baca Juga: Kritik Kebijakan Siswa Masuk Sekolah Jam 5 Pagi di NTT, FSGI Singgung soal Pertumbuhan Otak
Diprotes Ombudsman NTT
Namun kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi Wita itu mendapat protes dari Ombudsman NTT. Hal itu karena penerapan aturan tersebut dinilai tanpa dasar ilmiah, kajian akademis, tanpa persetujuan orang tua hingga dasar hukum yang tidak jelas.
Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton menilai kebijakan yang tiba-tiba diterapkan itu sebagai tanda takutnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi terhadap Gubernur Viktor.
"Sangat perlu dikaji dulu, didiskusikan, apakah memang sangat penting dilaksanakan karena saya rasa di seluruh Indonesia tidak ada sekolah yang mulai jam begini," ujar Darius.
"Jangan sampai sekolah-sekolah ini menerapkan ini karena rasa takut bahwa ini perintah dari Pak Gubernur lalu langsung ikuti saja. Itu ujuk-ujuk namanya, tidak bisa seperti itu," sambungnya.
Darius menilai kebijakan tersebut tidak ada manfaat sama sekali karena bukan hanya orangtua, para tenaga pendidik juga dapat terbebani. "Ada sekolah yang sudah terapkan ini. Ini yang kita sesalkan. Bila aturan ini tidak ditinjau, maka dikhawatirkan akan memancing protes dari banyak wali atau orangtua murid," ujar Darius.
Forum Pemuda Nilai Tak Masuk Akal
Penolakan terkait kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi Wita juga disampaikan oleh Forum Pemuda NTT. Mereka menganggap kebijakan itu tidak masuk akal. Terlebih kebijakan tersebut tidak memiliki korelasi dengan peningkatan mutu kualitas pendidikan setempat.
"Kita pertanyakan korelasi kemajuan pendidikan dengan mewajibkan siswa masuk pukul 05.00 Wita," ujar ketua Forum Pemuda NTT Agustinus Budi Utomo Gilo Roma.
Kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi itu dinilai tidak cocok dengan kondisi masyarakat setempat. Forum Pemuda meminta sang gubernur untuk membatalkan kebijakan itu.
Dijelaskan juga bahwa transportasi di wilayah NTT masih sangat minim. Sehingga banyak wilayah NTT yang merupakan tempat tinggal para siswa memiliki akses yang sulit. Oleh karena itu jika kebijakan itu diterapkan maka siswa akan ekstra berusaha untuk menjangkau sekolah.
Belum lagi dengan kondisi tubuh yang tidak maksimal karena harus bangun lebih awal. Jika masuk jam 5 pagi maka berarti siswa bangun minimal pukul 04.00 bahkan 03.00. "Padahal kondisi tubuh mereka belum siap menerima pelajaran," tutur Agustinus.
Kebijakan itu tampaknya perlu dipikirkan kembali karena tak ada kaitannya dengan kemajuan pendidikan NTT.
"Kita paham Pak Gubernur ingin sekolah maju tapi kondisi masyarakat belum siap," jelasnya.
Kontributor : Trias Rohmadoni