Suara.com - Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo tengah menjadi sorotan masyarakat. Ia memiliki kekayaan yang janggal. Hanya dalam kurun waktu 10 tahun, hartanya membludak jadi Rp56,1 miliar.
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN, harta Rafael Alun bertambah tiap tahun. Bahkan hanya dalam 2011 hingga 2021, hartanya bertambah Rp 35,6 miliar.
HARTA jumbo Rafael Alun menjadi sorotan usai kasus penganiayaan yang melibatkan anaknya, Mario Dandy Satriyo (20) terhadap David (17), putra dari pengurus GP Ansor, Jonathan Latumahina.
Buntut dari perilaku kriminal sang anak, orang ramai-ramai mengulik harta jumbo Rafael. Kekayaannya hanya selisih Rp1,9 milar dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang punya harta Rp58,048 miliar.
Mobil Jeep Rubicon yang digunakan Mario, mendatangi David saat melakukan kekerasan, tidak tercatat di LHKPN Rafael. Begitu juga sepeda motor Harley Davidson yang dipamerkan Dandy di media sosial, tidak ada dalam data laporan kekayaan Rafael.
Rp56,1 Miliar sama dengan Gaji Rafael 98 Tahun
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau FITRA menilai, harta jumbo Rafael Alun sangat tak wajar. Butuh waktu hampir 100 tahun atau tepatnya 98 tahun bagi Rafael sebagai pegawai pajak setingkat eselon tiga untuk menghasilkan kekayaan sebanyak Rp56,1 miliar. Namun eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu bisa mengumpulkan harta yang fantastis dalam waktu singkat, tanpa menabung puluhan tahun.
Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan menjelaskan gaji Rafael sebagai pejabat Eselon III cuma sekitar Rp4,7 juta, ditambah tunjangan kinerja Rp46,4 juta. Penghasilan rafael tiap bulan tersebut mustahil bisa mengumpulkan harta puluhan miliar. "Artinya dia punya kekayaan sekitar Rp56 miliar itu kan mesti harus dikumpulkan selama 98 tahun. Nah ini kan kekayaan yang tidak wajar," kata Misbah Hasan kepada Suara.com, Selasa (28/2/2023).
Misbah melihat ada tren kenaikan harta yang tidak wajar dari sejumlah pejabat pajak. Salah seorangnya kenaikan tajam harta Rafael Alun. "Seperti Rafael Alun saja itu kan kalau kita lihat kenaikan hartanya signifikan," ujarnya.
Baca Juga: Gunung Es Rekening Gendut Pegawai Pajak
Dia menuturkan, pejabat setingkat eselon I saja yang memiliki gaji Rp5,2 juta dan tunjangan kinerja Rp113 juta, butuh waktu sekitar 30 tahun agar bisa dapat kekayaan Rp56 miliar. Sedangkan Rafael baru menjabat eselon III beberapa tahun, kenaikan hartanya melonjak drastis.
Misbah menduga kasus rekening gendut seperti Rafael tidak hanya terjadi di Kementerian Keuangan, tetapi juga terdapat di Kementerian dan Lembaga lain. "Kasus ini tidak hanya terjadi pada Rafael Alun tetapi juga pejabat lainnya. Nah ini yang mestinya harus diusut tuntas," katanya.
Jadi Bukti Permulaan KPK
Temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan atau PPATK soal transaksi keuangan tak wajar pejabat pajak, Rafael Alun bisa menjadi bukti permulaan bagi KPK untuk mendalami indikasi perbuatan korupsi. Untuk itu, KPK akan memeriksa Rafael terkait kekayaannya. "Bisa saja (temuan transaksi keuangan janggal jadi bukti permulaan)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata ditemui Gedung C1 KPK, Jakarta Selatan pada Selasa siang.
Alex berujar, KPK punya pengalaman mengungkap tidak pidana korupsi merujuk pada LHKPN dan laporan hasil analisis PPATK. Ketika itu, KPK mendapatkan laporan transaksi mencurigakan seorang penyelenggara negara dan sejumlah aset yang tidak dilaporkan dalam LHKPN. “Kemudian kami klarifikasi yang bersangkutan tidak bisa membuktikan asal strata kekayannya. Itu menjadi indikasi atau refleksi terjadinya suatu penyimpangan dalam hal ini korupsi," ujarnya.
Namun, dalam kasus Rafael, KPK belum melakukan penindakan hukum. Namun temuan PPATK dan LHKPN menjadi informasi awal dalam mengusut dugaan korupsi atau pencucian uangnya. "Saya tidak mengatakan akan dilakukan penindakan, tapi itu bisa menjadi informasi awal dulu," ucap Alex.
Kendati begitu, KPK telah melayangkan surat pemanggilan kepada Rafael. Surat KPK untuk meminta klarifikasi harta Rp56,1 miliar diserahkan pada Senin, 27 Februari kemarin.
Sementara itu, Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, pihaknya sudah pernah menyerahkan hasil analisis transaksi keuangan Rafael yang diduga mencurigakan ke penyidik KPK.
Data itu diberikan jauh sebelum kasus penganiayaan sadis yang dilakukan Dandy kepada David terjadi. Namun, tidak jelas tindak lanjut dari penyidik KPK hingga saat ini.
Karenanya dia memastikan data itu akan kembali mereka serahkan ke penyidik KPK agar ditindak lanjuti. Transaksi itu, kata Ivan berupa aliran dana yang tidak wajar ke rekening Rafael sebagai pegawai pajak Kementerian Keuangan. "Banyak transaksi tunai bernilai signifikan, tidak sesuai profil yang bersangkutan (Rafael) di beberapa rekening," kata Ivan kepada Suara.com beberapa waktu lalu.
Celah Korupsi di Perpajakan
Alexander Marwata menuturkan, keengganan masyarakat sebagai wajib pajak membayar jadi celah terjadinya perbuatan korupsi. "Simpelnya persoalan pajak itu karena wajib pajak yang tidak taat membayar pajak itulah yang mendorong pejabat pajak korupsi," kata Alex.
Para pegawai pajak 'nakal' memanfaatkan celah tersebut untuk mengambil keuntungan. Oknum pegawai pajak dan wajib pajak sama-sama diuntungkan secara finansial. "Harusnya dia bayar 1.000 misalnya, dengan nego dia cukup bayar 500," ucapnya.
Alex bilang, jika para wajib pajak taat menjalankan kewajiban, celah bagi pegawai pajak 'nakal' tertutup. "Sebetulnya kalau wajib pajak membayar apa adanya, itu tidak ada ruang untuk korupsi di bidang pajak," kataya.
Dia mengungkapkan, banyak pegawai Kementerian Keuangan yang memiliki kekayaan tak wajar. Tak cuma yang memiliki harta berlimpah saja, pejabat yang melaporkan harta kekayaan di LHKPN dengan jumlah yang kecil juga perlu dicurigai karena tak sesuai dengan transaksi keuangannya. "Nah, ada juga yang melaporkan sekalipun dia pejabat, tapi sangat rendah (nilai harta kekayan)," terang Alex.
Karenanya pegawai dengan laporan LHKPN rendah juga harus diklarifikasi. Sebab dicurigai aset-aset kekayaannya dibuat atas nama orang lain. "Kalau kita lihat posisinya cukup strategis, tapi laporannya sangat rendah. Nilai cash-nya di bawah Rp100 juta. Penghasilan dia perbulan puluhan juta, nah ini kita kan juga bertanya-tanya, utang nggak ada," imbuh Alex.
Alex kemudian mengingatkan pendidikan integritas itu menjadi penting, khususnya bagi pegawai Kementerian Keuangan dalam menyusun LHKPN.
Sri Mulyani Diminta Tolak Surat Resign Rafael Alun
Pengunduran diri Rafael Alun Trisambodo dari jabatannya sebagai pejabat pajak Kementerian Keuangan kini menimbulkan polemik. Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap justru menyarankan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk tidak memecat Rafael.
Sebab, pengunduran diri Rafael akan menambah sulit proses penyidikan atas hartanya sebesar Rp56 miliar. "Saran saya jangan terima pengunduran dirinya, Mas @prastow. Sebab bisa dijadikan alasan itjen tidak bisa mengusutnya karena bukan ASN (Aparatur Sipil Negara) lagi," kata Yudi dikutip dari akun Instagram pribadinya, Minggu (26/2).
"Walau penegak hukum bisa saja tetap usut karena tempus delicti saat masih ASN, namun pintu pertama pengusutan menurut saya tetap inspektorat," sambungnya.
Dia lantas mencontohkan kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, akhirnya tak bisa diperiksa melalui sidang etik. Lili diduga melanggar etik, karena menerima tiket nonton Moto GP di sirkuit Mandalika, Lombok.
Tapi kasusnya tak bisa berlanjut ke sidang etik, setelah dia mengundurkan diri. Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak H Panggabean, saat itu menjelaskan Lili tak bisa disidang etik karena posisinya bukan lagi sebagai pimpinan KPK.
Kemenkeu Periksa Kekayaan Rafael
Sebelumnya, Insepektur Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh mengatakan telah menerima laporan dari KPK dan PPATK terkait adanya dugaan transaksi mencurigakan Rafael Alun. Awan mengaku bakal bekerjasama dengan dua lembaga tersebut untuk mengusut asal usul harta kekayaan yang dimiliki oleh Rafael. "Ya tentunya kami juga kerja sama dengan instansi terkait, KPK, PPATK dan informasi lainnya," ujar Awan di Jakarta, Jumat (24/2).
Awan mengatakan, pemeriksaan terhadap Rafael baru dilaksanakan Kamis kemarin (23/2), sehingga belum ada informasi dari mana harta kekayaannya berasal. Awan bersama tim akan menggali terus asal muasal harta Rafael tersebut, apakah didapatkan dengan cara yang halal atau haram. "Intinya kan kami cocokin yang dilaporkan dengan kemampuan ekonomis dia, penghasilan dia, apakah ada warisan atau penghasilan lain," ucapnya.
Awan mengaku belum bisa menarik kesimpulan apakah pejabat eselon III sekelas Rafael yang menjabat sebagai kepala bagian bisa mengumpulkan harta kekayaan sebanyak itu. Sebab, menurutnya harus ditelusuri lebih dalam sumber penghasilannya. "Ya kan enggak bisa gebyah uyah ya. Bisa saja dengan kewajaran itukan pegawai negeri bisa aja ada penghasilan lain, kayak warisan atau keluarganya ada usaha, itu yang kami cek. Ya bisa aja kan," tutur Awan.
__________________
Tim Liputan: Mohammad Fadil Djailani & Yaumal Asri Adi Hutasuhut