Suara.com - Terpidana kasus korupsi dalam proyek Hambalang, Anis Urbaningrum dipastikan akan bergabung dengan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) setelah bebas dari tahanan. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga disebut-sebut akan buka-bukaan terkait dengan kasus Hambalang yang menjeratnya.
Kasus korupsi Hambalang sendiri sebelumnya sempat mengguncang era pemerintahan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini karena pelaku yang terlibat dalam kasus ini berasal dari Partai Demokrat.
Kini, Ketua Umum PKN, Gede Pasek menyebut bahwa Anas Urbaningrum akan mengungkap sejarah hitam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia juga menyinggung KPK yang tidak berpegang teguh pada nilainya yakni independen pada saat itu.
Meski demikian, Pasek sendiri menyebutkan bahwa PKN mendukung kegiatan KPK dalam memberantas dan melakukan pencegahan terhadap perbuatan tindak pidana korupsi saat ini.
Baca Juga: Divonis Lebih Tinggi dari Tuntutan, Kuasa Hukum Haryadi Suyuti Pilih Pikir-pikir Dulu untuk Banding
Kemudian, pada saat disinggung terkait dengan posisi Anas di PKN, Pasek enggan untuk membocorkannya. Pasek menyebut bahwa pada bulan April 2023 mendatang, ia akan menggelar pertemuan secara khusus dengan Anas.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah memangkas hukuman Anas dalam kasus korupsi. Pada tingkat kasasi, Anas dihukum selama 14 tahun penjara dan juga didenda dengan besar uang Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.
Anas Urbaningrum juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti dengan total Rp 57.592.339.580 kepada negara. Namun, atas vonisnya tersebut, Anas merasa tidak terima dan kemudian mengajukan PK pada bulan Juli 2018.
MA kemudian menjatuhkan pidana terhadap Anas dengan hukuman penjara 8 tahun ditambah dengan Rp 300 juta subsider tiga bulan.
Tidak hanya itu, Anas juga dijatuhi pidana tambahan yakni berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun, terhitung sejak terpidana selesai menjalankan pidana pokok.
Baca Juga: Terbukti Bersalah, Eks Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti Divonis 7 Tahun Penjara dan Denda Rp300 Juta
Adapun untuk uang pengganti tidak ada perubahan, Anas tetap harus mengembalikan uang sebesar RP 57 miliar. Jika tidak mau membayar, maka asetnya akan disita, dan jika tidak cukup maka akan diganti dengan dua tahun kurungan penjara.
Lantas, seperti apakah jejak kasus korupsi Hambalang tersebut? Simak informasi lengkapnya berikut ini.
KPK mulai melakukan penyelidikan aliran dana Hambalang sejak pertengahan tahun 2012. Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka kasus Hambalang, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Alifian Mallarangeng, serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.
Anas sendiri diduga telah menerima gratifikasi. Sedangkan Andi dan Deddy diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain yang merugikan keuangan negara.
Setelah melakukan penyelidikan selama berbulan-bulan terkait dengan aliran dana Hambalang, KPK pun telah menetapkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka.
Anas diduga menerima gratifikasi terkait dengan proyek Hambalang pada saat ia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan penetapan Anas sebagai tersangka dalam kasus itu, KPK telah membuktikan kepada publik terkait dengan pengusutan kasus Hambalang yang tidak jalan di tempat.
Meskipun demikian, kasus tersebut sempat diwarnai masalah bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) Anas, sampai akhirnya KPK resmi menjerat Anas.
Dana ke Kongres Partai Demokrat
Mantan rekan bisnis Anas, M Nazaruddin pada saat itu kerap menuding Anas telah menerima uang dari rekanan Hambalang. Nazaruddin menyebut terdapat aliran dana sebanyak Rp 100 miliar dari proyek Hambalang untuk bisa memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada bulan Mei 2010.
Uang yang dimaksud diduga diserahkan kepada PT Adhi Karya secara tunai melalui Direktur UTama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso sebagai orang yang dipercaya oleh Anas.
Terkait dengan uang kepada kongres ini, Anas berkali-kali membantah. Ia menegaskan bahwa Kongres Partai Demokrat 2010 ini bersih dari unsur politik uang.
Hadiah mobil Harrier
Tidak cukup sampai di situ, Nazaruddin juga mengembangkan tudingannya. Ia mengatakan bahwa Anas telah menerima pemberian hadiah berupa Toyota Harrier.
Mobil tersebut dibeli di sebuah dealer Toyota Harrier pada bulan November 2009 di Duta Motor Pecenongan, Jakarta Pusat. Mobil mewah itu diduga dibelikan oleh PT Adhi Karya dan juga PT Wijaya Karya karena telah memenangkan tender proyek Hambalang.
Awalnya, Anas membantah keberadaan Toyota Harrier tersebut. Namun kemudian Anas melalui pengacaranya yang pada saat itu adalah Firman wijaya dan juga tenaga ahli Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Muhammad Rahmad mengakui pernah mempunyai mobil tersebut.
Kendati demikian, pihak Anas tetap menyebut bahwa mobil itu bukanlah gratifikasi terkait dengan Hambalang, melainkan telah dibeli olehnya dengan cara mencicil kepada Nazaruddin.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa