Suara.com - Pendapatan para pejabat pajak serta gaya hidup mereka bersama keluarganya semakin disorot publik. Berawal dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy, anak Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo. Kini, kekayaan dan pendapatan para petinggi di kantor pajak itu seakan dikuliti oleh publik.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima, gaya hidup mewah para pejabat secara tidak langsung menyakiti perasaan masyarakat. Pasalnya, pejabat-pejabat tersebut adalah orang yang dipercaya sebagai pengelola uang yang ditarik dari kantong rakyat melalui pajak.
"Bisa dibayangkan ada ketimpangan yang lebar antara orang kaya dan miskin. Banyak anak muda menganggur, sementara keluarga pejabat hidup foya-foya, itu tentu memantik amarah masyarakat sebagai wajib pajak," kata Bhima kepada Suara.com, Minggu (26/2/2023).
Kesempatan ini seharusnya jadi evaluasi bagi pemerintah terhadap kepatuhan pajak. Bhima menegaskan, para pejabat, terutama dengan kekayaan yang mencurigakan harus benar-benar diawasi dan diminta patuh dalam melaporkan kekayaan mereka (LHKPN).
Terutama para pejabat yang rangkap jabatan sebagai komisaris dengan peningkatan kekayaan drastis dan tidak masuk akal.
Pemerintah harus blak-blakan mengungkap data mereka secara pasti. Hal ini semata-mata demi mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat yang sudah runtuh akibat tindak-tanduk para petinggi pajak yang sangat amat mengecewakan.
Para pejabat tersebut menerima gaji yang tidak sedikit. Sumber dana gaji mereka tidak lain berasal dari uang pajak. Sehingga, sudah semestinya rakyat sebagai pembayar pajak mengetahui untuk apa saja uang yang mereka bayarkan.
"Jangan sampai pejabat hidup di atas penderitaan pembayar pajak. Reformasi birokrasi harus tuntas dengan perbaikan tata kelola dan sanksi bagi pejabat yang menyimpang," ujar dia.
Pengawasan Lemah
Lemahnya pengawasan di internal Kementerian Keuangan, tidak terkecuali Dirjen Pajak juga diklaim sebagai salah satu faktor yang melanggengkan para pejabat bisa menikmati kemewahan dari kekayaan mereka yang tidak masuk akal.
Satu contoh paling konkrit adalah Rafael Alun Trisambodo. Menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Dirjen Pajak kemenkeu Kantor Wilayah Jakarta Selatan II atau pejabat eselon III, Rafael Alun punya kekayaan melebihi Presiden Jokowi di angka Rp56 miliar.
Harta Rafael yang tercatat di dalam LHKPN itu belum termasuk mobil mewah Jeep Rubicon dan motor Harley Davidson yang belakangan potretnya sliweran di media sosial.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan masih ada aset lain yang dimiliki oleh Rafael namun tidak dilaporkan. Hal ini memperlihatkan bahwa pengawasan internal Kemenkeu masih sangat lemah.
Pengamat kebijakan publik dan ekonomi dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat beranggapan, terungkapnya harta kekayaan pejabat pajak yang diduga tidak taat pajak ini secara tidak langsung menunjukkan pengawasan internal Kemenkeu tidak maksimal.
"Ada banyak hal yang perlu dijelaskan. Salah satunya, kenapa baru ketahuan harta kekayaan pejabat pajak setelah ada kasus seperti ini. Artinya kan pengawasan di inspektorat jenderal pengawasan pajak atau pengawas internal Kemenkeu terutama di perpajakan tidak berjalan,” kata dia pada Sabtu (25/2/2023) lalu.
Pemerintah, kata dia, wajib menjelaskan kepada publik berkaian dengan kekayaan para pejabat. Terutama, mereka yang mengelola uang pajak.
“Bisa jadi ini fenomena gunung es, hanya satu yang terlihat, tetapi sebetulnya banyak yang belum terungkap," sambung dia.
Menurutnya, apa yang disampaikan Sri Mulyani sebelumnya, belum cukup untuk menjawab banyak pertanyaan dari masyarakat dalam kasus ini.
“Kenapa sampai pelat nomor (mobil Robicon) salah, tidak lapor pajak, tidak dafar pajak, ini kan luar biasa. Apalagi juga tidak ada di LHKPN. Ini sama saja Kemenkeu sedang ditelanjangi oleh perilaku seperti ini dan publik masih meyakini banyak kasus yang seperti ini," ujar dia.
Ketegasan Kemenkeu sebagai induk dari institusi pajak sangat dibutuhkan agar kepercayaan masyarakat bisa kembali pulih. Caranya, dengan mengungkap kasus penyelewengan yang dilakukan para pegawai pajak.
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga patut dipertanyakan. Pasalnya, jika sudah diketahui bahwa LHKPN yang disampaikan Rafael sejak awal tidak wajar, maka KPK seharusnya melakukan evaluasi dan memberi sanksi kepada petugas terkait LHKPN itu.
Selama ini masyarakat juga tidak pernah diberi penjelasan terkait seperti apa harta yang tidak wajar dari para pejabat, sekaligus sanksi seperti apa yang diberikan jika mereka yang tidak patuh.
"Kalau hanya berhenti di melapor, LHKPN tidak akan efektif," ujarnya.
Dampak terburuk yang mungkin terjadi adalah ketidakpatuhan pajak. Kekecewaan yang memuncak tidak ditanggapi secara cepat oleh pemerintah, sehingga masyarakat memilih untuk menolak membayar pajak. Padahal, pajak adalah salah satu komponen penting negara.
Tunjangan Pejabat Dirjen Pajak
Para pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau Dirjen Pajak (DJP) adalah PNS. Seperti kebanyakan PNS lainnya, gaji pokok mereka berkisar Rp1,56 juta hingga Rp5,9 juta per bulan, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 15 Tahun 2019.
Namun demikian, besarnya pendapatan mereka dipengaruhi oleh tunjangan kinerja yang diberikan tidap bulan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015.
Rincian tunjangan kinerja pejabat pajak berdasarkan eselon dan jabatannya bisa dilihat di bahwa ini
Pejabat Struktural Eselon I
Peringkat Jabatan 27: Rp117.375.000
Peringkat Jabatan 26: Rp99.720.000
Peringkat Jabatan 25: Rp95.602.000
Peringkat Jabatan 24: Rp84.604.000
Pejabat Struktural Eselon II
Peringkat Jabatan 23: Rp81.940.000
Peringkat Jabatan 22: Rp72.522.000
Peringkat Jabatan 21: Rp64.192.000
Peringkat Jabatan 20: Rp56.780.000
Pejabat Struktural Eselon III
Peringkat Jabatan 19: Rp46.478.000
Peringkat Jabatan 18: Rp42.058.000
Peringkat Jabatan 17: Rp37.219.800
Pejabat Struktural Eselon IV
Peringkat Jabatan 16: Rp28.757.200
Peringkat Jabatan 15: Rp25.411.600
Peringkat Jabatan 14: Rp22.935.762
Rincian Harta Petinggi Dirjen Pajak
Dirjen Pajak panen kritik usai kekayaan Rafael Alun Trisambodo terungkap ke publik. Gaya hidup pejabat di Dirjen Pajak juga dihujani kritik, hingga Menkeu Sri Mulyani membubarkan salah satu klub motor internal.
Para petinggi di Dirjen Pajak wajib melaporkan harta kekayaan mereka. Berikut data kekayaan pejabat Dirjen Pajak melansir dari E-LHKPN pada Senin (27/2/2023). Mayoritas harta kekayaan dilaporkan pada Desember 2021.
1. Dirjen Pajak, Suryo Utomo: Rp14.452.944.568
2. Sekretaris Dirjen Pajak, Peni Hirjanto: Rp12.640.968.000
3. Direktur Peraturan Perpajakan I, Hestu Yoga Saksama: Rp9.119.102.500
4. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Dodik Samsu Hidayat: Rp5.356.010.487
5. Direktur Penegakan Hukum, Eka Sila Kusna Jaya: Rp4.162.465.630
6. Direktur Keberatan dan Banding, Wansepta Nirwanda: Rp4.127.476.958
7. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, Ihsan Priyawibawa: Rp4.987.518.483
8. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor: Rp12.536.478.059
9. Direktur Data dan Informasi Perpajakan, R. Dasto Ledyanto: Rp5.791.327.400
10. Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, Yuli Kristiyono: Rp2.594.219.203
11. Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, Hantriono Joko Susilo: Rp9.673.838.900
12. Direktur Transformasi Proses Bisnis, Imam Arifin: Rp4.881.473.517
13. Direktur Perpajakan Internasional, Mekar Satria Utama: Rp6.400.543.099
14. Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak, Rudy Gunawan Bastari: tidak ditemukan
15. Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan, Lindawaty: Rp3.884.414.252
16. Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan, Edward Hamonangan Sianipar: Rp4.883.690.746
Harta Rafael Alun Trisambodo
Rafael Alun Trisambodo adalah aktor utama dalam drama ini. Kekayaannya disorot karena mobil mewah Rubicon yang dikendarai anaknya. Meski ia tidak mengakui mobil itu miliknya.
Bahkan Kendaraan tersebut sempat dipalsukan pelat nomornya sebelum sang anak, Mario melakukan perbuatan keji tersebut.
Kenaikan harta Rafael Alun cukup fantastis. Melansir laman resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), jumlah hartanya naik drastis dalam delapan tahun pelaporan.
Pelaporan pertama pada 2013 lalu, harta Rafael Alun tercatat Rp21.458.134.500. Pelaporan terakhirnya pada 2021 harta tersebut meroket menjadi Rp56.104.350.289, jumlah yang cukup untuk membeli satu unit Rubicon seharga Rp1-Rp2 miliar. Rata-rata setiap tahun harta Rafael Alun naik Rp1 – Rp3 miliar.
Rincian dari harta Rp56 miliar lebih tersebut didominasi oleh tanah dan bangunan senilai lebih dari Rp51 miliar. Rafael Alun memiliki sebelas unit tanah dan bangunan yang tersebar di Kabupaten Sleman, Jakarta, dan Kota Manado.
Laporan kekayaan itu belum termasuk satu unit Rubicon dan sepeda motor mewah Harley Davidson. Alat transportasi tercatat hanya Toyota Camry Sedan keluaran 2008 seharga Rp125 juta dan Toyota Kijang 2018 seharga Rp300 juta.
Harta lainnya yang tercatat dalam LHKPN adalah harga bergerak lainnya Rp420 juta, surat berharga Rp1,5 miliar, kas dan setara kas Rp1,3 miliar, serta harta lainnya Rp419 juta.
Terungkapnya kekayaan Rafael Alun bisa dimanfaatkan Kemenkeu untuk membersihkan pejabat kotor di dalam institusi mereka. Entah bersama KPK atau PPATK, Sri Mulyani cs seharusnya bisa memanfaatkan momen ini untuk mengusir ‘Rafael Alun’ yang lain dari institusi keuangan negara.