Suara.com - Nama Alex Kwong sang pembunuh model sekaligus sosialita Hong Kong, Abby Choi menjadi sorotan dunia. Selain karena aksi mutilasinya, ancaman hukuman pembunuh Abby Choi bisa jadi berlapis akibat kejahatan lain, seperti motif perebutan aset setelah perceraian dan kabur dengan melarikan sejumlah uang ke luar negeri. Namun, sejauh ini kepolisian Hong Kong belum memutuskan jerat pembunuhan Abby Choi.
Menurut Hukumonline, sebagai gambaran, jika kasus yang sama terjadi di Indonesia, Abby Choi bisa bisa dijerat dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana; Pasal 339 KUHP tentang pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan pidana; atau Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa. Ancaman hukumannya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
Seperti diketahui, Pembunuhan perempuan yang juga model yang diundang di event Paris Fashion Week (PFW) beberapa waktu lalu, diekspos pihak kepolisian Hong Kong yang mengatakan Alex Kwong tidak menjalankan aksi pembunuhan seorang diri.
Mengutip Mirror, Senin (27/2/2023) lelaki berusia 28 tahun itu melakukan aksinya dibantu kakaknya Anthony Kwong, sekaligus ayah keduanya yang seorang mantan polisi turut serta merencanakan pembunuhan sadis dengan secara rincian, yaitu menyebar bagian tubuh Abby Choi di berbagai tempat.
Baca Juga: Model Cantik Abby Choi, Tewas Dimutilasi Hingga Potongan Tubuh di Sup, Simak Kronologisnya!
Aksi brutal pembunuhan berencana ini dilakukan, diduga karena motif uang atau aset harta setelah perceraian Abby Choi dengan Alex Wong. Model yang juga influencer ini ditaksir memiliki harta 10,6 juta euro atau setara Rp170 miliar.
Kejadian ini viral di media sosial Twitter Indonesia, yang membuat netizen ketakutan dan tidak sedikit yang bertanya-tanya apakah para pembunuh ini memiliki kelainan jiwa atau penyakit mental.
Melansir Psychiatric Times, aksi brutal, sadis, dan kejam bahkan seperti mutilasi sesama manusia tidak semuanya terkait dengan penyakit mental, karena pembunuhan sadis kerap dilakukan dengan motif kebencian, balas dendam hingga adanya konflik kepentingan.
Motif-motif inilah yang tidak bisa dianggap sebagai gangguan mental. Ditambah sifat keji dan anehnya suatu kejahatan tidak selalu karena sakit jiwa.
Apalagi studi FBI menyebutkan hanya 25 persen penembak massal yang memiliki diagnosis penyakit mental. Sehingga, anggapan semua pembunuh keji sudah pasti sakit jiwa adalah pernyataan menyesatkan.
Baca Juga: 5 Fakta Mengerikan Kematian Abby Choi, Dimutilasi Lalu Dimasak Jadi Sup
Direktur Psikiatri Forensik dan Profesor Psikiatri SUNY Upstate Medical University New York, Dr. Knoll lantas mengatakan jika dapat disimpulkan penyebab seseorang melakukan pembunuhan keji seperti penembakan massal, karena seseorang dengan psikotik atau penyakit pikiran. Orang psikotik bisa melakukan aksi keji dengan motif kebencian, permusuhan, hingga keegoisan ekstrim.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni