TOK! MK Tolak Gugatan Uji Materi Hukuman Koruptor Minimal 2 Tahun

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 28 Februari 2023 | 12:48 WIB
TOK! MK Tolak Gugatan Uji Materi Hukuman Koruptor Minimal 2 Tahun
Tangkapan layar - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan. ANTARA/Tri Meilani Ameliya.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan gugatan perkara Nomor 10/PUU-XXI/2023, yang memohon hakim menguji Pasal 603 dan 604 KUHP tentang ancaman hukuman minimal dua tahun penjara bagi koruptor, tidak diterima.

"Amar putusan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, seperti dipantau di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi dari Jakarta, Selasa (28/2/2023).

Perkara tersebut diajukan oleh 20 orang pemohon yang merupakan mahasiswa. Mereka menggugat tiga pasal pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Dua pasal UU KUHP yang digugat itu yakni Pasal 603 dan 604 KUHP yang mengatur ancaman hukuman minimal hanya dua tahun penjara bagi koruptor. Satu pasal lainnya yang juga digugat ialah Pasal 256 tentang pemidanaan atas aksi unjuk rasa menyebabkan terganggunya kepentingan umum.

Baca Juga: 4 Poin Penting Revisi UU Mahkamah Konstitusi yang Diusulkan DPR

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim MK menilai bahwa KUHP tersebut baru akan berlaku tiga tahun lagi, yakni pada 2 Januari 2026.

Oleh sebab itu, MK menilai hak konstitusional 20 orang mahasiswa selaku pemohon belum berkaitan dengan pasal-pasal KUHP yang digugat. Selain itu, MK berpandangan pasal-pasal tersebut belum menimbulkan kerugian konstitusional kepada mereka, baik secara potensial maupun aktual.

Penilaian itu berdasarkan anggapan kerugian konstitusional yang dimaksud dalam Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan MK Nomor 11/PUU-V/2007. Anggapan tersebut membuat majelis hakim konstitusi memutuskan tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan dalam perkara itu.

"Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Seandainya pun para pemohon memiliki kedudukan hukum, quod non, pokok permohonan para pemohon adalah prematur," ujar Anwar Usman. (Sumber: Antara)

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Beberkan Alasan Hakim Aktif Jadi Anggota MKMK Di Kasus Putusan MK

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI