Suara.com - Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Sigit Rochadi mengategorikan perilaku kehidupan Mario Dandy Satrio sebagai bagian dari hedonisme lantaran kekayaan ayahnya yang merupakan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang kaya raya.
Menurutnya, perilaku kekerasan dari anak-anak pejabat negara bukan sebuah fenomena baru di Indonesia.
"Kalau di negeri kita, (aksi kekerasan) ini bukan fenomena baru," kata Sigit saat dihubungi Suara.com pada Sabtu (25/1/2023).
Pada rentang tahun 1970 hingga 1980an, atau Pemerintahan Orde Baru, kasus-kasus serupa sering terjadi. Meski berada di bawah pemerintahan yang otoriter, lebih mudah bagi pelaku untuk bebas dari jeratan hukum dan jauh dari sorotan publik.
"Bahkan ada yang nembak orang enggak dihukum. Ada yang ganggu/ngerjain cewek-cewek cantik nggak ditindak," sebut Sigit.
Tetapi dengan perubahan arus politik yang semakin terbuka karena sistem demokrasi serta dibarengi kebebasan pers dan juga kemajuan teknologi informasi, kasus-kasus serupa lebih gampang untuk disoroti publik.
"Media sosial, kontrol sosial itu lebih ketat. Maka perilaku itu lebih bisa dikendalikan oleh media, media sosial, oleh kelompok aktivis. Makanya sekarang ini tidak merajalela seperti dulu," sebutnya.
Sigit mengemukakan, gaya hidup Mario Dandy yang memamerkan kehidupan glamor dengan mengendarai mobil mewah Jeep Rubicon dan HarleyDavidson menjadi bagian dari hedonisme.
"Dalam sosiologi dikenal sebagai hedonisme, orang yang bersenang-senang, orang yang merasa dirinya menjadi pemilik barang-barang mewah dan dia merayakan kesenangannya dengan barang-barang mewah," ujar Sigit.
Baca Juga: Tidak Takut David Mati Saat Menganiaya, Pola Asuh Orang Tua Mario Dandy Menjadi Pertanyaan
Perilaku hedonisme terjadi pada generasi kedua dari keluarga kaya. Mereka yang hanya tinggal menikmati kekayaan orang tuanya, tanpa harus keluar keringat atau bersusah payah lagi.