Suara.com - Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai keputusan untuk tidak memecat Richard Eliezer dari kepolisian merupakan preseden yang buruk bagi Polri.
Sebab, Bambang merasa, Polri justru seolah mempertahankan anggota yang sudah melakukan kejahatan.
"Keputusan untum tetap mempertahankan Eliezer demosi satu tahun itu akan menjadi preseden buruk, karena Polri tetap mempertahankan seorang pelaku tindak pidana di internalnya," kata Bambang saat dihubungi, Kamis (23/2/2023).
Selain itu, Bambang mengkhawatirkan, bisa saja Polri ke depannya akan diisi oleh anggota lainnya yang rupanya pelaku tindak pidana.
"Kalau kemudian institusi Polri diisi oleh para anggota yang pernah melakukan tindak pidana tentunya ini juga akan mencederai tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum kita," ujar Bambang.
Bambang memandang, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo seharusnya tegas memecat Eliezer dengan pertimbangan citra baik kepolisian di masa depan.
"Seharusnya Kapolri tetap teguh pada PP 1/2003, yakni seorang yang sudah dipidana ya layak untuk direkomendasikan PTDH meskipun ada dalam Pasal 12 itu ada klausul atau pertimbangan dari instansi terkait itu," ucap Bambang.
"Pertimbangan ini yang harusnya lebih berpihak pada upaya membangun organisasi yang lebih baik ke depan," imbuhnya.
Seperti diketahui, terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Richard Eliezer dipastikan tidak dipecat dari kepolisian.
Baca Juga: Karier di Polri Selamat, Segini Gaji dan Tunjangan yang Diterima Richard Eliezer
Hal itu berdasarkan hasil sidang kode etik yang digelar hari ini di Mabes Polri.