Suara.com - Seorang oknum ketua RT setempat membubarkan sebuah ibadah yang diselenggarakan oleh umat Kristiani jemaat Gereja Kristen Kemah Daud di Bandar Lampung pada Minggu (19/2/2023).
Aksi oknum ketua RT dan beberapa jajarannya membubarkan ibadah gereja tersebut diunggah ke media sosial dan sontak mendulang kecaman dari berbagai kalangan masyarakat, terutama umat Kristiani.
Pembubaran tersebut menuai polemik meski sang ketua RT berdalih pembubaran tersebut didasari oleh tidak adanya izin penggunaan gedung.
Ketua RT berdalih tidak ada izin gedung
Baca Juga: Ketua RT Bubarkan Ibadah di Gereja Hanya Gelitikan Politik Jelang Pemilu?
Wawan Kurniawan, Ketua RT 12 Kelurahan Rajabasa Jaya, Bandar Lampung yang memiliki keterlibatan aksi pembubaran tersebut mengklaim bahwa tindakannya didasari oleh tidak adanya izin penggunaan gedung, sebagaimana yang ia bagikan kepada wartawan, Senin (20/2/2023).
Menurut pengakuan Wawan, ia sempat menyurati pendeta gereja tersebut yang salah satu isi poinnya adalah tidak akan menggunakan gedung sebagai tempat ibadah kecuali tempat tinggal.
Adapun kala ia melakukan aksinya, Wawan sempat melompati pagar lantaran tidak dibukakan oleh pihak gereja.
PGI layangkan kecaman
Sekretaris Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Jacklevyn F. Manuputty mewakili pihaknya melayangkan kecaman atas aksi tersebut.
Baca Juga: Aksinya Bubarkan Ibadah di GKKD Bandar Lampung Dikecam, Ketua RT Buka Suara
Pendeta Jacklevyn lebih lanjut menyinggung hasil Rakornas Kepala Daerah 2023 di Sentul, Presiden Jokowi secara tajam mengritisi pelarangan pembangunan rumah ibadah, serta menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan beribadah dan beragama.
Ia menilai aksi tersebut bertentangan dengan imbauan sang Presiden.
"Rakornas Kepala Daerah 2023 di Sentul, Presiden Jokowi secara tajam mengkritisi pelarangan pembangunan rumah ibadah, serta menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan beribadah dan beragama," tulis sang Pendeta melalui rilis pers PGI, Senin (20/2/2023).
Meski PGI tak memungkiri peribadatan harus menempuh syarat dan prasyarat administrasi, tindakan pembubaran yang dinilai tak bermartabat tersebut tidak dapat dibenarkan.
"PGI memahami bahwa ada aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk mendirikan rumah ibadah. Sekalipun demikian, ketidaklengkapan izin tidak boleh menjadi alasan untuk menghentikan secara paksa peribadahan yang sedang berlangsung, apalagi tindakan penghentian itu dilakukan dengan cara-cara yang sangat tidak bermartabat, serta menimbulkan teror dan ketakutan," tegas Pdt. Jacklevyn.
Menag: Semua pihak bertanggung jawab pada terciptanya kerukunan
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas turut mengomentari insiden pembubaran itu.
Pria yang akrab dipanggil Gus Yaqut tersebut menilai bahwa pembubaran tersebut adalah hal yang tidak perlu. Ia menegaskan bahwa perseteruan administratif yang menjadi latar belakang pembubaran tersebut baiknya diselesaikan secara musyawarah.
"Semua pihak bertanggung jawab pada terciptanya kerukunan. Jika ada permasalahan, semestinya diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan para pihak yang bertanggung jawab dalam memelihara kerukunan. Tidak perlu ada aksi pembubaran atau pelarangan," kata Yaqut dalam keterangannya, Selasa (21/2).
Kecaman dari para politisi
Isu pembubaran tersebut juga menyita perhatian sejumlah politisi, salah satunya Wasekjen bidang Kebhinekaan dan Umat Beragama DPP PSI, Mary Silvita.
“Persekusi terhadap kegiatan ibadah adalah perbuatan pidana. Setiap warga negara dilindungi haknya untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing oleh konstitusi negara Republik Indonesia. Oleh karena itu seharusnya tidak boleh ada lagi kejadian pembubaran kegiatan ibadah atas dasar apa pun,” ujar Mary kepada awak media, Senin (20/2/2023).
Sosok pegiat media sosial Jhon Sitorus juga mengkritisi langkah kepolisian yang tidak menindak tegas pelaku pembubaran dan memilih menyelesaikan dengan cara mediasi.
"Selamat siang sobat Polri, menyikapi serta menanggapi masalah yang terjadi di GKKD (Gereja Kristen Kemah Daud), sudah diselesaikan dengan berdialog secara damai," jelas Humas Polda Lampung seperti dikutip Suara.com, Selasa (21/2/2023).
Sontak Jhon menanggapi rilis Polda Lampung sebagai bentuk standar ganda.
"Kalo KRISTEN yang DIPERSEKUSI cukup DIALOG selesai masalah Kalo agama tertentu yg dipersekusi sampe DEMO BERJILID2 polisi pun ladenin hingga korbankan anggota Standar ganda yang MEMALUKAN. Ngaku penegak hukum tapi TAKUT sama mayoritas," ujar Jhon via akun Twitternya.
Kontributor : Armand Ilham