Mengenal Aturan Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia Lengkap

Selasa, 14 Februari 2023 | 11:12 WIB
Mengenal Aturan Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia Lengkap
Ilustrasi Ferdy Sambo. [Suara.com/Eko Faizin]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).

Mereka adalah Ferdy Sambo yang divonis hukuman mati dan Putri Candrawathi yang diganjar dengan hukuman 20 tahun penjara.

Vonis yang dijatuhkan pada keduanya lebih berat daripada tuntutan jaksa sebelumnya, dimana Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup dan Putri dituntut 8 tahun penjara.

Terkait dengan vonis hukuman mati yang dikenakan pada Ferdy Sambo, bagaimana sebenarnya penerapan hukuman tersebut di Indonesia? Berikut ulasannya.

Dasar hukum pidana mati di Indonesia

Dalam hukum positif Indonesia, hukuman mati merupakan pidana pokok terberat yang bisa diberikan kepada seorang terdakwa, selain hukuman pidana penjara, kurungan, denda dan pidana tutupan.

Adapun dasar hukum pidana mati tersebut salah satunya adalah Pasal 11 KUHP, dimana dalam pasal itu disebutkan pidana mati dilakukan dengan cara digantung oleh algojo yang ditunjuk.

Namun ketentuan pasal tersebut lalu diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer.

Dalam Pasal 1 Undang-undang tersebut, diatur bahwa pelaksanaan hukuman mati dalam Peradilan Umum maupun Peradilan Militer dilakukan dengan cara ditembak sampai mati.

Lalu ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 02/Pnps/1964 tersebut disempurnakan dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Tindak pidana yang bisa dijatuhi hukuman mati

Tidak semua tindak pidana di Indonesia bisa dijatuhi hukuman mati. Dalam KUHP hanya diatur sejumlah tindak pidana, diantaranya adalah:

  • Pasal 104 berbunyi makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden
  • Pasal 111 ayat (2) berbunyi melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang
  • Pasal 124 ayat (3) berbunyi pengkhianatan memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh di waktu perang, serta menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang
  • Pasal 340 berbunyi pembunuhan berencana
  • Pasal 365 ayat (4) berbunyi pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati
  • Pasal 444 berbunyi pembajakan di laut yang menyebabkan kematian
  • Pasal 149 K ayat (2) dan Pasal 149 O ayat (2) berbunyi kejahatan penerbangan dan saranan penerbangan.

Namun ada juga ketentuan hukuman mati yang diatur di luar KUHP, yakni pada UU narkotika, UU Terorisme dan UU Tindak Pidana Korupsi.

Teknis pelaksanaan hukuman mati di Indonesia

Menurut UU Nomor 02/Pnps/1964, ketika waktu pelaksanaan hukuman mati telah ditentukan, maka terpidana harus diberitahu oleh jaksa mengenai rencana tersebut, tiga kali 24 jam sebelum dieksekusi.

Dan apabila terpidana mati tersebut sedang dalam keadaan hamil, maka eksekusi mati dilakukan 40 hari setelah anaknya lahir.

Dan sebelum eksekusi dilakukan, kepolisian membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 Bintara,12 Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira.

Dan berikut adalah tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2010.

  • Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati.
  • Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan.
  • Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati.
  • Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan.
  • Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan kembali ke daerah persiapan.
  • Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan, "Lapor, pelaksanaan pidana mati siap."
  • Jaksa eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati.
  • Setelah pemeriksaan selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan, "Laksanakan." Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan."
  • Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor.
  • Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
  • Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan.
  • Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
  • Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
  • Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
  • Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana.
  • Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana.
  • Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
  • Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata.
  • Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
  • Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
  • Setelah itu, Komandan pelaksana, jaksa eksekutor dan dokter memeriksa kondisi terpidana. Dan apabila dokter menyatakan terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka jaksa memerintahkan Komandan Pelaksana untuk memberikan penembakan pengkahir.

Pelaksanaan hukuman mati dinyatakan selesai ketika dokter tak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan pada terpidana. Lalu setelah itu, Komandan pelaksana pun melaporkan hasil penembakan pada jaksa eksekutor dengan mengucapkan “Pelaksanaan pidana mati selesai”.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI