Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pidana mati terhadap Ferdy Sambo terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tidak menjawab reformasi atau perbaikan di institusi Polri.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menegaskan mereka khawatir vonis mati itu hanya bentuk penyederhanaan tuntutan publik untuk mereformasi Polri.
"Kami khawatir bahwa vonis mati hanya cara untuk simplifikasi terhadap reformasi kepolisian," tegas Rivanlee saat dihubungi Suara.com pada Senin (13/2/2023).
Menurut KontraS, kasus Ferdy Sambo yang membunuh ajudanya dengan berencana, secara langsung atau tidak langsung menunjukkan adanya permasalahan di tubuh Polri.
"Permasalahan di tubuh kepolisian itu sistemik. Vonis mati hanya akan fokus pada perseorangan, bukan pada reformasi kelembagaan," tegas Rivanlee.
Di samping itu, masih adanya vonis hukuman mati yang dijatuhkan hakim di pengadilan, disayangkan KontraS.
"Pemberlakuan vonis mati, tidak hanya pada Ferdy Sambo, tidak sejalan dengan semangat moratorium terhadap eksekusi mati sejak 2016," sebut Rivanlee.
Vonis itu disebut sebagai bentuk abai dari aparat penegakan hukum, di tengah sorotan dunia internasional yang menentangnya. Salah satunya di Universal Periodic Review Dewan HAM PBB yang merupakan agenda berkala untuk mengevaluasi kondisi hak asasi manusia di setiap negara.
"Sekaligus abai terhadap dorongan internasional yang selalu menjadi pembahasan di Universal Periodic Review," kata Rivanlee.
Baca Juga: Mengapa IPW dan KontraS Menolak Hukuman Mati Ferdy Sambo?
Namun ditegaskan penghapusan hukuman mati, bukan berati mendukung tindakan kriminal.
"Melainkan, mendorong perbaikan pada sejumlah sektor penegakan hukum," ujarnya.
Sambo Divonis Mati
Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhkan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo terdakwa pembunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selan pada Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan pidana terdakwa Ferdy Sambo SH. SiK MH, divonis pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim.
Hakim menyatakan perbuatan Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagaimana yang didakwakan.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Ferdy Sambo bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).
Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dalam kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J.