Suara.com - Kasus 'polisi peras polisi' yang dialami oleh Bripka Madih, anggota Provos Polsek Jatinegara, terkait sengketa tanah milik orang tuanya, kini sempat berlanjut. Adapun meski sempat disebut minta maaf dan berpelukan dengan polisi yang dilaporkannya, Bripka Madih hingga kini tetap membuka babak baru kasusnya.
Bahkan Madih kini turut hendak menyeret Menkopolhukam Mahfud MD ke dalam penyelesaian kasus ini.
Bripka Madih berencana mundur dari kepolisian
Imbas kasus 'Polisi Peras Polisi' yang dialaminya, Madih yang berpangkat Bripka tersebut berencana mundur dari Korps Bhayangkara.
Madih kepada wartawan mengungkap bahwa selama 12 tahun, ia hanya memupuk kekecewaan terhadap institusi kepolisian. Kasus pemerasan yang ia alami juga turut mendorongnya untuk mundur dari kepolisian meski telah belasan tahun mengabdi di Polri.
Kala mengajukan pengunduran diri, atasannya di Polres Jakarta Timur kerap meminta agar Madih mengurungkan niatnya tersebut. Madih sebagaimana yang ia sampaikan ke wartawan pada Selasa (7/2/2023) lalu mengungkap bahwa sang Kapolres Jakarta Timur bahkan hendak mendoakannya saat umroh agar Madih tak jadi mengundurkan diri.
Kendati demikian, Madih bersikeras untuk mundur lantaran telah belasan tahun dibuat kecewa.
Pengacara bantah Madih minta maaf
Madih juga sempat diisukan bahwa dirinya telah minta maaf kepada sosok petugas kepolisian yang ia laporkan akan pemerasan.
Madih melalui kuasa hukumnya, Yasin Hasan menegaskan bahwa tidak ada sepatah kata maaf pun yang keluar dari mulut Madih ke sosok yang ia laporkan.
Yasin di Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (10/2/2023) menegaskan memang Madih terbiasa memulai kalimat dengan kata 'maaf'. Tapi bukan berarti apa yang ia ingin sampaikan adalah permintaan maaf.
Lebih lanjut Yasin menegaskan bahwa kata maaf tersebut dipelintir hingga dipahami bahwa Madih meminta maaf.
Madih dipanggil Satgas Anti Mafia Tanah
Kasus Madih akhirnya mendapat atensi dari Satgas Anti Mafia Tanah. Satgas akhirnya memanggil Madih untuk memeriksa laporannya.
Sayangnya, panggilan tersebut ditunda lantaran ada kekurangan kelengkapan berkas.
“Karena yang bersangkutan merasa kurang bukti yang dia bawa kemudian yang bersangkutan minta waktu untuk klarifikasi lebih lanjut seminggu ke depan. Ini wujud kami melayani Dumas,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/2/2023).
Siapkan 10 pengacara, satu tas barang bukti, dan seorang Menkopolhukam
Bripka Madih dalam memperjuangkan kasusnya telah menyiapkan satu tas besar berisi barang bukti.
"Lengkap satu tas (bukti-buktinya)," kata Bripka Madih di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (10/2/2023).
Madih juga memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk menanyakan perkembangan kasus sengketa tanah itu. Tak tanggung-tanggung, Madih mengaku dirinya didampingi oleh 10 pengacara.
Tak cukup di situ, Madih juga akan menyeret Menkopolhukam untuk turun tangan menyelesaikan kasusnya yang kini jadi pembicaraan publik.
"Nanti kita minta audiensi terhadap Komisi III DPR. Kita minta supaya dipantau. Terus kemudian, Menko Polhukam Prof Mahfud supaya ini jadi perhatian khusus," kata pengacara Madih, Yasin Hasan di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (10/2/2023).
Kontributor : Armand Ilham