Suara.com - Kasus penculikan dan penyanderaan pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, Philips Max Martin, oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua terus memperoleh sorotan. Organisasi Papua Merdeka (OPM) menghubungi Selandia Baru untuk memastikan tak akan melepaskan pilot tersebut.
Alasannya, Selandia Baru dinilai ikut membantu Indonesia melanggengkan pembantaian dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua.
Peristiwa ini bermula ketika maskapai milik mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti tersebut terbakar di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Papua. Diduga ada keterlibatan KKB dalam peristiwa itu.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom, dalam pernyataan resminya menyebutkan Martin tak akan dibebaskan, kecuali Selandia Baru dan negara-negara lain yang terlibat bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
Pilot tersebut, imbuh Sambom, adalah jaminan. Negara-negara yang disebutkan oleh Sambom dalam persekusi di Papua adalah Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Eropa.
Setelah penyanderaan tersebut, OPM juga mengultimatum pemerintah Indonesia. Mereka menuntut pemerintah RI menutup semua jalur penerbangan ke Kabupaten Nduga.
Kemudian pasukan TNI-Polri diminta tak melakukan interogasi terhadap masyarakat sipil Nduga. Di samping itu, OPM meminta seluruh pembangunan di wilayah Nduga yang telah dilakukan pemerintah RI dihentikan.
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memberikan pernyataan bahwa pihaknya telah dapat mendeteksi keberadaan pilot Philips Max Martin.
Namun, dirinya enggan memberikan keterangan lebih jauh ke mana sang pilot dibawa oleh KKB Papua. Sebelumnya, TNI juga telah melarang penerbangan Susi Air ke Distrik Paro, Papua.
Baca Juga: OPM Klaim Sandera Pilot Susi Air, Polda Papua: Perlu Kehati-hatian Agar Tak Jatuh Korban
Bandara di sana dinilai sepi dan minim penjagaan TNI-Polri. Alasannya, Distrik Paro dianggap sebagai salah satu wilayah aman dari serangan KKB.