Suara.com - Kasus korupsi yang melibatkan perusahaan koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya telah menjadi sorotan Presiden Joko Widodo. Apalagi, kasus itu telah merugikan nasabah hingga ratusan triliunan, sehingga menjadi PR bagi Presiden Jokowi memasuki akhir periode jabatannya.
Diketahui, kasus Indosurya sendiri berakhir mengecewakan setelah dua orang terdakwa divonis bebas oleh majelis hakim. Keputusan itu membuat Polri bersama Menko Polhukam, Mahfud MD berkomitmen membuka kembali kasus tersebut demi keadilan para nasabah yang dirugikan.
Tak hanya itu, kasus Indosurya yang disebut-sebut menjadi kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah Indonesia itu membuat Presiden Jokowi geram. Orang nomor satu di Indonesia itu meminta agar UU Koperasi direvisi.
Presiden Jokowi juga menginisiasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki fungsi pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan jasa keuangan untuk membentuk tim khusus bernama Otoritas Pengawasan Koperasi.
Baca Juga: Tinjau Pasar Bakti Medan, Jokowi Cek Langsung Pelaksanaan Operasi Pasar Beras
Hal ini pun merupakan buntut dari rencana pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Lalu, apa sebenarnya tugas dari Otoritas Pengawasan Koperasi ini?
Menurut pernyataan Menteri Koperasi, Teten Masduki, otoritas tersebut akan bertugas menjadi pengawas aktivitas perusahaan koperasi di Indonesia, selayaknya fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi perbankan hingga asuransi.
Otoritas ini juga berhak untuk mengawasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) skala besar dan menengah yang mengelola uang cukup banyak dengan nasabah.
"Seperti OJK, tapi (otoritas pengawasan koperasi) memang khusus untuk koperasi. Di Amerika sudah dilakukan dan juga di Jepang, kami mungkin bisa meniru pengalaman itu," jelas Teten.
Baca Juga: Resmikan Dua Terminal di Sumut, Jokowi Minta Ubah Citra Terminal
Tugas otoritas ini juga akan melaporkan setiap temuan fraud atau adanya kegagalan bayar selayaknya kasus Indosurya dengan berapapun jumlah yang terdeteksi.
Teten melanjutkan, pemerintah tentu membutuhkan tenaga profesional untuk mengisi Otoritas Pengawasan Koperasi jika akhirnya berhasil dibentuk.
"Enggak bisa lagi pegawai di dinas koperasi di Kabupaten Kota, harus profesional, ASN (aparatur sipil negara) enggak bisa punya kemampuan untuk mengawasi (koperasi)," kata mantan Kepala Staf Presiden tersebut.
Pemerintah juga mengusulkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai bentuk perlindungan terhadap internal KSP.
Bukan tanpa alasan, Teten pun mengaku bahwa sudah mendeteksi adanya 8 koperasi bermasalah karena gagal bayar, yaitu KSP Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSPPS Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, dan KSP Timur Pratama Indonesia.
Situasi itu akhirnya mendorong pemerintah untuk bergerak cepat menyelidiki kasus gagal bayar ini agar mencegah kasus korupsi serupa terulang di masa depan.
Kontributor : Dea Nabila