Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut penangkapan terhadap kepala desa dan dua kepala dusun di Kecamatan Pakel, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim) sebagai upaya pembungkaman terhadap masyarakat sipil.
"Konsekuensinya, praktik kriminalisasi kian terjadi atas dasar penegakan hukum, padahal yang sebetulnya terjadi adalah praktik pembungkaman," kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar saat dihubungi Suara.com pada Senin (6/2/2023).
Dilaporkan pada Jumat (3/2/2023) lalu, Kepala Desa Pakel Mulyadi, Kepala Dusun Durenan Suwarno, dan Kepala Dusun Taman Glugoh Untung ditangkap kepolisian setelah dijadikan tersangka dugaan kasus hoaks dan provokasi warga soal sengketa lahan antara petani Pakel dengan PT Bumi Sari.
Padahal ketiganya, merupakan petani yang sedang memperjuangkan hak atas lahannya yang diduga dikuasai PT Bumisari.
Baca Juga: Petani Pakel vs PT Bumisari, Pengacara Sesalkan Polisi Tangkap 3 Warga Jelang Sidang Praperadilan
"Dalam penanganan kasus yang berkaitan di isu lingkungan, polisi kerap melihat sebelah mata sehingga gagal untuk meninjaunya secara keseluruhan," tegas Rivanlee.
Dia bilang upaya pembungkaman terhadap masyarakat sipil setidaknya telah menjadi mereka korban sebanyak dua kali.
"Dalam praktik pembungkaman yang terjadi, juga diiringi dengan pemaksaan pemanggilan dan pewajaran terhadap pelanggaran aturan karena ditujukan untuk melakukan kriminalisasi," kata Rivanlee.
"Sehingga warga dua kali menderita, pertama karena ancaman terhadap lingkungan, kedua karena ketidakadilan," sambungnya.
Mengutip dari laman Walhi Jawa Timur (Jatim), penangkapan terhadap ketiga terjadi pada malam hari, ketika hendak menghadiri rapat asosiasi Kepala Desa Banyuwangi.
Baca Juga: Polda Jatim Sebut Kades dan 2 Kadus Pakel Banyuwangi Provokasi Warga
Sebelum penangkapan, Mulyadi dan kawan-kawan mendapatkan surat panggilan dari Polda Jatim, meminta ketiganya untuk hadir pada Kamis 19 Januari 2023. Namun surat panggilan itu baru diterima pada Jumat 20 Januari 2023.
Karena menilai penetapan sebagai tersangka adalah upaya kriminalisasi, mereka mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi pada 30 Januari 2023. Walhi Jatim lantas menilai penangkapan itu menunjukkan kepolisian yang tidak menghormati praperadilan ketiganya yang merupakan bagian dari penegakan HAM.
Sengketa Lahan Petani Pakel
Masih mengutip dari laman Walhi Jatim, sengketa lahan petani Pakel disebut telah terjadi 100 tahun atau 1 abad. Lewat Akta 1929 tertanggal 11 Januari 1929 era Pemerintahan Kolonial Belanda, memberikan izin kepada warga Pakel untuk membuka lahan seluas 400 bahu.
"Namun, dalam perjalanannya, kawasan Akta 1929 tersebut dikuasai oleh Perhutani dan PT Bumi Sari saat Orde Baru berkuasa–yang terus berlangsung hingga saat ini," tulis Walhi Jatim dikutip Suara.com pada Senin (6/2/2023).
Sementara di Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri bernomor SK.35/HGU/DA/85, dijelaskan, PT Bumi Sari hanya mengantongi HGU seluas 1189,81 hektare, terbagi dalam dua sertifikat, yakni Sertifikat HGU nomor 1 Kluncing dan Sertifikat HGU nomor 8 Songgon.
"Dengan demikian, jelas dapat disimpulkan bahwa PT Bumi Sari tidak memiliki HGU di Pakel," sebut Walhi Jatim.
Berbagai upaya dilakukan warga untuk mendapatkan haknya kembali. Pada 24 September 2020, bersamaan dengan lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), ribuan warga sepakat melakukan aksi reklaiming di lahan leluhur mereka yang dikuasai PT Bumi Sari. Mereka tergabung dalam organisasi Rukun Tani Sumberejo Pakel (RSTP)
Namun aksi tersebut tak seperti yang mereka harapkan, hingga November 2021, 11 warga mendapat surat panggilan dari kepolisian dan sua diantarnya jadi tersangka atas tuduhan menempati lahan secara ilegal.
Kemudian pada Desember 2021, 2 warga mendapat panggilan dari kepolisian dengan tuduhan dugaan pelanggaran pasal 47 (1) UU 18 nomor 2004 tentang Perkebunan dan pasal 170 (1) serta pasal 406 (1) KUHP.
Warga telah menyampaikan soal sengketa lahannya secara langsung ke kepada Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto – yang juga diikuti oleh Wamen ATR/BPN Raja Juli Antoni pada tanggal 26 Oktober 2022 di kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Disebut Walhi Jatim, kementerian ATR/BPN berjanji akan segera melakukan kunjungan ke Banyuwangi dan mengupayakan berbagai langkah penyelesaian.
"Namun, hingga kini tampaknya janji tersebut belum terealisasi, sementara di pihak warga Pakel mereka terus mengalami berbagai tekanan dan kriminalisasi seperti diuraikan di atas," sebut Walhi Jatim.
Jauh sebelum itu, warga bersama pendamping hukumnya telah mengadu dan melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden Republik Indonesia pada Juni 2021, namun hasilnya tidak ada titik terang hingga sekarang.