Suara.com - Pengacara Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris bersikukuh menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terkait kasus penilapan dan pengedaran barang bukti sabu tidak lengkap dan mesti ditolak demi hukum. Menurutnya, jaksa juga tidak berani menanggapi inti daripada eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh pihaknya.
"Jaksa sekarang tidak berani menanggapi eksepsi kita, itu dia (jaksa) hanya mengatakan itu pokok perkara, itu bukan pokok perkara," kata Hotman usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/2/2023).
Hotman mengatakan inti daripada eksepsi atau keberatan yang diajukan pihaknya sebenarnya ialah bagaimana jaksa tidak bisa menguraikan dakwaan terhadap Teddy yang disebut memerintahkan AKBP Doddy Prawiranegara menukar barang bukti sabu dengan tawas.
Sejauh ini, kata Hotman, dalam surat dakwaan jaksa hanya melulu merujuk pada bukti chat atau pesan WhatsApp.
"Dia (jaksa) harus buktikan, harus uraikan dalam surat dakwaan, tapi belum ada hasil lab. Jadi satupun eksepsi kita jaksa tidak berani karena dia tidak bisa jawab yang kita bilang benar-benar sesuai fakta hukum di surat dakwaan. Di surat dakwaan hanya bilang chat-chat," ujar Hotman.
Hotman mengklaim siap menghadapi sidang putusan sela.
Dia juga menyakini surat dakwaan jaksa terhadap Teddy semestinya ditolak karena tidak lengkap dan cermat.
"Putusan sela kita siap-siap aja enggak ada masalah, tapi yang jelas secara doktrin hukum normatif hukum, total surat dakwaan harusnya tidak diterima atau batal demi hukum karena tidak menguraikan perbuatan yang didakwakan kepada Teddy Minahasa," katanya.
Hakim Diminta Tolak Eksepsi
Baca Juga: Kasus Tilap BB Narkoba, Jaksa Akan Balas Eksepsi Irjen Teddy Minahasa Hari Ini
Sebelumnya jaksa meminta majelis hakim menolak eksepsi atau keberatan terdakwa Teddy. Sekaligus meminta agar perkara kasus penilapan dan pengedaran barang bukti sabu tersebut dilanjutkan ke tahap pemeriksaan.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, jaksa membeberkan beberapa alasan mengapa eksepsi terdakwa Teddy mesti ditolak.
Pertama, surat dakwaan yang disusun dinilai telah lengkap dan cermat serta telah memenuhi syarat-syarat formil maupun materil sebagaiaman ketentuan Pasal 143 Ayat 2 KUHAP. Kedua, eksepsi atau keberatan yang diajukan Teddy dinilai tidak mendasar, tidak jelas, serta telah melampaui ruang lingkup eksepsi.
"Oleh karena itu kami penuntut umum dengan hormat mohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan; 1. Menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum nomor register perkara pdm-36/Jkt Barat/01/2023 atas nama terdakwa Teddy Minahasa Putra bin Haji Abu Bakar almarhum telah disusun sebagaimana mestinya dan telah sesuai ketentuan Pasal 143 Ayat 2 KUHAP dan karenanya surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini. 2. Menyatakan eksepsi atau keberatan dari penasihat terdakwa tidak dapat diterima dan ditolak. 3. Menetapkan bahwa pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H. Abu Bakar almarhum tetap dilanjutkan," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/2/2023).
Atas hal itu, jaksa berharap majelis hakim dapat menerima permohonannya.
"Kami serahkan penilaian sepenuhnya kepada majelis hakim dengan harapan dapat memberikan keputusan yang tepat dan seadil-adilnya," imbuh jaksa.
Didakwa Jual Barbuk Sabu
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa mendakwa Teddy bersama AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti alias Anita Cepu telah menjual barang bukti sabu. Pada surat dakwaan disebutkan alasan Teddy memerintahkan Dody Cs menjual barang bukti sabu tersebut untuk bonus anggota.
Dalam melancarkan aksi kejahatan ini, jaksa juga membeberkan sejumlah kode yang digunakan Teddy ketika memerintahkan Dody untuk menukar barang bukti sabu dengan tawas.
Jaksa menjelaskan bahwa kasus penilapan barang bukti sabu ini berawal ketika Doddy melaporkan pengungkapan 41,387 kilogram sabu ke terdakwa Teddy pada 14 Mei 2022 melalui pesan WhatsApp. Ketika itu Teddy awalnya hanya memerintahkan Dody untuk membulatkan barang bukti tersebut menjadi 41,4 kilogram.
Pada 17 Mei 2022, Dody kemudian kembali menghubungi Teddy lewat pesan WhatsApp untuk menanyakan waktu ekspose atau rilis kasus narkoba tersebut. Di saat itu lah, kata jaksa, Teddy memerintahkan Dody untuk menukar sebagian barang bukti sabu dengan tawas dengan dalih untuk bonus anggota.
"Saksi Dody menyatakan tidak berani melaksanakan," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
Selanjutnya di tanggal 20 Mei 2022, Teddy bertemu dengan Dody di Hotel Santika Bukittinggi. Dalam acara makan malam bersama para pejabat utama Polda Sumatera Barat itu Teddy sempat memberikan kode ke Dody.
"Terdakwa Teddy Minahasa mengatakan 'jangan lupa Singgalang 1' kepada saksi Doddy Prawiranegara yang saat itu juga turut hadir dalam acara makan malam," beber jaksa.
Seusai bertemu di Hotel Santika, Teddy lantas memerintahkan ajudannya untuk menyuruh Dody menghadap ke kamarnya di lantai 8 Hotel Santika. Di momen tersebut lah Teddy kembali memerintahkan Dody untuk menukar 10 kilogram sabu dengan tawas dengan kode 'mainkan'.
"Sekira pukul 23.41 WIB terdakwa Teddy Minahasa Putra mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp kepada saksi Doddy Prawiranegara dengan kalimat 'mainkan ya mas'," beber jaksa.
"Saksi Dody Prawiranegara menjawab 'siap jenderal'. Lalu terdakwa Teddy Minahasa Putra menjawab 'minimal 1/4 nya' dan saksi Dody Prawiranegara jawab kembali 'siap 10 jenderal'," ungkap jaksa.
Terima SGD 27 Ribu
Dalam persidangan sebelumnya jyga terungkap kalau Teddy ternyata telah menerima uang hasil penjualan satu kilogram barang bukti sabu sebesar SGD 27.300 atau setara Rp300 juta. Uang tersebut diserahkan oleh Dody secara langsung kepada Teddy di rumahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada 29 September 2022.
"Dody Prawiranegara menyerahkan paper bag kecil yang didalamnya berisi mata uang singapura sejumlah 27.300 SGD kepada terdakwa dari hasil penjualan narkotika jenis sabu,” kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
Pada 3 Oktober 2022 Doddy kemudian memerintahkan Syamsul Maarif untuk menyerahkan kembali dua kilogram sabu ke Anita Cepu. Atas sepengetahuan Teddy dua kilogram sabu tersebut disepakati dijual seharga Rp320 juta per kilogramnya.
“Terdakwa (Teddy)mengatakan ‘berarti 720 juta ya mas’ dan saksi Dody Prawiranegara menjawab 'siap jenderal', lalu terdakwa menjawab ‘ya sudah minggu depan saja’,” beber jaksa.
Jaksa menyampaikan bahwa Anita Cepu juga sempat melaporkan kepada Teddy bahwa dirinya telah menerima uang hasil penjualan sabu sebesar Rp200 juta dari total Rp720 juta. Sampai pada akhirnya Anita cepu tertangkap sebelum sabu tersebut terjual habis.
Pamer Prestasi
Teddy lewat kuasa hukumnya ketika itu langsung memberikan jawaban atau eksepsi atas dakwaan jaksa.
Dalam eksepsinya, Teddy meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menolak seluruh dakwaan jaksa dan membebaskan dirinya dari tahanan. Alasannya, karena dakwaan jaksa dinilai prematur sehingga mesti dibatalkan demi hukum.
"Agar terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H. Abu Bakar (almarhum) segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan diucapkan," kata kuasa hukum Teddy saat membacakan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
Teddy melalui kuasa hukumnya juga membeberkan sejumlah prestasi selama 30 tahun berkarir di Polri. Mulai dari menjadi pengawal pribadi Joko Widodo alias Jokowi saat menjadi calon presiden di Pilres 2014 hingga ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Selain itu, Teddy juga mengklaim pernah menjadi pimpinan tim khusus untuk melakukan penangkapan penyelundupan narkotika di Laut Cina Selatan. Kemudian menjadi salah satu perwira tinggi Polri yang mendapatkan gelar Tanda Jasa dan Kehormatan dari Presiden Republik Indonesia dengan mendapatkan total 24 tanda jasa dan tanda kehormatan.
"Apabila terdakwa (Teddy) dituduh sebagai bagian dari jaringan, bandar atau mafia narkoba tidak mungkin karir Terdakwa bisa begitu cemerlang, oleh karena Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Mabes Polri pasti sudah dilakukan profiling terhadap diri terdakwa," tutur kuasa hukum Teddy.
"Terdakwa merasa terdapat 'siasat' untuk menjatuhkan dirinya di tengah karirnya yang tengah melejit," imbuhnya.