Suara.com - Seorang anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih tengah disorot usai mengaku dimintai uang pelicin oleh oknum penyidik di Polda Metro Jaya saat mengurus perkara sengketa tanah orang tuanya. Namun, dari kasus ini justru menuai beragam hal lain.
"Yang saya sedih, dia (oknum polisi) minta uang itu kepada Madih. Bukan kepada orang tua saya. Padahal saya anggota polisi," tegas Bripka Madih seperti pada video yang beredar di sejumlah media sosial pada Kamis (2/2/2023).
Berawal dari pengakuan diperas oleh sesama anggota polisi itulah, berakhir adanya pengungkapan sejumlah 'dosa'-nya, serta status tanahnya yang disebut tak sesuai dengan laporan sebelumnya.
Mengaku Diperas Sesama Polisi
Baca Juga: Fakta Baru 'Polisi Peras Polisi', Bripka Madih Mengundurkan Diri Sejak 3 Bulan Lalu
Bripka Madih mengaku diperas oleh oknum penyidik di Polda Metro Jaya, saat melaporkan kasus penyerobotan lahan milik orangtuanya di tahun 2011. Ia mengatakan dimintai uang senilai Rp100 juta untuk biaya penyelidikan.
Madih mengklaim tanah milik orang tuanya itu dibeli oleh sejumlah pihak dengan cara melawan hukum. Lalu, ia pun mengaku beberapa akta jual beli (AJB) yang diterima tidak sah lantaran tidak disertai dengan cap jempol.
Selain uang, penyidik juga disebut Madih meminta hadiah tambahan berupa sebidang tanah seluas 1.000 meter. Sebagai anggota Polri yang diduga menjadi korban pemerasam oknum penyidik di Polda Metro Jaya, hal itu membuatnya merasa sakit hati.
"Saya melaporkan penyerobotan tanah ke Polda Metro Jaya malah dimintai biaya penyidikan sama oknum penyidik dari Polda Metro. Diminta Rp100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter persegi. Saya sakit dimintai seperti itu," ungkap Madih saat dikonfirmasi pada Kamis (2/2/2023).
Beragam 'Dosa'-nya Diungkap
Baca Juga: Soal Kasus 'Polisi Peras Polisi' Pengakuan Bripka Madih Dinillai Tak Masuk Akal
Bukannya mendapat pencerahan atas kasus tanah dan permintaan uang pelicin dari polisi, Bripka Madih malah diduga melanggar kode etik kepolisian. Pertama, soal aksinya yang membawa sejumlah orang dan memasang pelang di lahan yang diklaim miliknya pada Selasa (31/1/2023). Hal ini disampaikan oleh Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Bhirawa Braja Paksa.
Menurutnya, sebagai anggota Polri, Bripka Madih masih terikat dengan aturan yang tentu harus dipatuhinya. Selanjutnya, Madih juga diduga melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Aturan Disiplin Anggota Polri.
Dugaan lainnya adalah melanggar Pasal 13 huruf g ayat 1 paragraf 4 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Pasal ini mengatur soal pejabat Polri yang dilarang memakai media sosial untuk menyebarluaskan berita bohong dan atau ujaran kebencian.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko kemudian menambahkan, Bripka Madih pada Rabu (1/2/2023) sempat dilaporkan ke Propam karena mengganggu aktivitas warga sekitar. Ia dinilai meresahkan usai menduduki lahan perumahan sambil membawa sekelompok massa.
"Pelaporannya adalah menduduki lahan perumahan pada Perumahan Premier Estate 2, di mana Madih masih anggota Polri menggunakan pakaian dinas Polri membawa beberapa kelompok massa sehingga menimbulkan keresahan kemudian dilaporkan oleh Saudara Viktor Edward Haloho," kata Trunoyudo.
'Dosa' dari Bripka Madih yang juga diungkap Trunoyudo adalah soal dirinya yang sudah dua kali dilaporkan ke Propam Polda Metro Jaya oleh istrinya, yakni di tahun 2014 dan 2022. Adapun laporan pertama putusannya sebagai pelanggaran disiplin.
"Dilaporkan oleh istri sahnya atas nama SK, (sekarang) sudah cerai. Dan putusannya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," ujar Trunoyudo kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).
Lalu, pada Agustus 2022, Madih kembali dilaporkan oleh istri keduanya, SS terkait KDRT. Laporan itu hingga kini masih diproses Propam Polres Metro Jakarta Timur, karena SS sulit dimintai keterangan. SS juga sempat melaporkan perilaku suaminya ke Polsek Pondok Gede.
"Saat ini prosesnya tentu akan di-take over oleh Bid Propam Polda Metro Jaya terkait pelanggaran kode etik dengan adanya KDRT," kata Trunoyudo.
Status Tanah yang Dilaporkan
Trunoyudo juga membeberkan status tanah yang disebut Madih disengketa. Dikatakannya, ada tiga laporan dari Halimah yang tak lain adalah ibu Madih, yang masuk ke pihak kepolisian di tahun 2011. Adapun tanah yang diakui Madih itu memiliki luas sebesar 3.600 meter persegi.
Namun, menurut laporan yang masuk ke kepolisian, luas bidang tanah yang dipermasalahkan hanya 1.600 meter persegi. Trunoyudo menambahkan bahwa ayah Madih sudah menjual tanah tersebut pada 1979 hingga 1992.
"Telah terjadi jual beli sembilan AJB dengan sisa tanahnya dari girik 191 seluas 4.411 meter persegi. Jadi yang telah diikatkan dengan AJB seluas 3.649,5 meter persegi, sehingga sisanya hanya 761,5 meter persegi," kata Trunoyudo kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).
Berdasarkan data seperti itu, Trunoyudo menyimpulkan ketidakmungkinan penyidik di Polda Metro Jaya meminta bagian tanah seluas 1.000 meter persegi. Sebab, jika benar, tanah milik orang tua Bripka Madih hanya tinggal seluas 716 meter.
Dinilai Langgar Etik
Polda Metro Jaya menyebut anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih diduga melanggar disiplin dan kode etik Polri dan viralnya kasusnya. Kabid Propam Polda Metro Jaya, Kombes Bhirawa Braja Paksa mengatakan, Bripka Madih juga turut dilaporkan oleh seseorang.
"Bripka Madih ini diduga melanggar disiplin dan kode etik. Yang bersangkutan sesuai dengan laporan dari seseorang, dan dari video viral yang sudah ada," ujarnya, Jumat (3/2/2023).
Bripka Madih untuk sementara diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri serta melanggar Pasal 13 huruf E ayat 1 paragraf 4 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Profesi Polri.
"Yang bersangkutan diduga melanggar karena kita baru memeriksa, dan PP 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri yang berbunyi, dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat anggota Polri dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah atau kepolisian Republik Indonesia," paparnya.
"Kemudian juga Bripka Madih diduga melanggar Pasal 13 huruf E ayat 1 paragraf 4 peraturan kepolisian nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Profesi Polri yang berbunyi, setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian dilarang menggunakan sarana media sosial dan media lainnya untuk aktivitas kegiatan mengunggah, memposting, dan menyebarluaskan berita yang tidak benar dan atau ujaran kebencian," sambungnya.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti